Lihat ke Halaman Asli

Mahaji Noesa

TERVERIFIKASI

Pernah tergabung dalam news room sejumlah penerbitan media di kota Makassar

Politik Ekonomi Indonesia Masih Rapuh

Diperbarui: 6 Januari 2018   17:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi Pribadi

Politik ekonomi Indonesia masih rapuh. Itu sebabnya kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil masih tidak konsisten. Selama ini yang dijalankan adalah ekonomi politik sebagai bentuk intervensi pemerintah menjaga stabilitas ekonomi, memacu pertumbuhan tapi tetap terjadi kesenjangan-kesenjangan. Angka-angka kemiskinan tidak pernah dapat dituntaskan, bahkan kian terjadi kedalaman dan keluasan kemiskinan.

DR H Ajiep Padindang, SE,MM memaparkan hal itu ketika tampil sebagai pembicara utama dari empat pembicara yang ditampilkan dalam acara Diskusi bertema Politik Ekonomi dan Ekonomi Politik 2018 yang diselenggarakan oleh Ikatan Alumni (IKA) Komisariat Fakultas Ekonomi Universitas Muslim Indonesia (UMI) di Warkop Kawang, apartemen Vide View Panakkukang, kota Makassar, Jumat, 5 Januari 2018, sore.

Menurut Ketua Komite IV di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang membidangi APBN, pajak dan pungutan lain, perimbangan keuangan pusat dan daerah, lembaga keuangan dan perbankan, koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah, dan statistik, pengembangan sistem perekonomian nasional saat ini membutuhkan payung hukum berupa 'Undang-undang Sistem Perekonomian Indonesia' agar ada patron apakah kita menganut sistem ekonomi liberal atau ekonomi sosialis.

''Memang sudah banyak dibuat undang-undang berkaitan perkonomian , seperti Undang-undang Koperasi, Undang-undang Perdagangan, Undang-undang Persaingan Usaha dan lain-lain tapi itu semua sifatnya parsial, tidak konperehensip sebagai payung hukum perekonomian yang digunakan memproteksi agar aturan-aturan cabang-cabang ekonomi yang dibuat semua berkeadilan, ada patokan yang jelas menunjang peningkatan kesejahteraan masyarakat,'' katanya.

Sebenarnya, menurut Ajiep Padindang, sernator asal Sulawesi Selatan  yang nama kelahirannya Andi Jamaluddin Padindang tersebut, pembuatan Undang-undang Sistem Perekonomian Nasional  merupakan amanat konstitusi yaitu untuk mengatur perekenomian Indonesia. 

''Pihak DPD sudah membuat menyusun draf undang-undang tersebut, sudah tiga kali mengusulkan untuk dibahas ke pihak DPR tapi selalu ditolak tidak dimasukkan dalam Prolegnas. 

Entah apa sebabnya, padahal ini sangat urgen, agar pengelolaan perekonomian Negara kita yang makmur potensi ini benar-benar  pengelolaannya berdampak menyejahterakan rakyatnya. Agar potensi kemakmuran yang dimiliki Negara tidak dinikmati oleh segelintir orang saja atau dikuasai pihak asing,'' katanya.

Tanpa ada payung hukum perekonomian nasional Indonesia contohnya, dengan penggunaan kekuasaan, dengan alasan untuk menjaga stabilitas ekonomi atas ancaman stabilitas politik diimplementasikan dengan intervensi pasar, maka korbanlah produksi gula, garam dan sejumlah produksi pangan rakyat dengan melakukan impor. 

Belakangan dibentuk holding BUMN-BUMN menjadi anak-anak perusahaan swasta yang bebas melakukan kerjasama penjualan saham termasuk ke pihak asing, sehingga hasilnya nantinya dipastikan akan jauh dari kepentingan memajukan kesejahteraan rakyat.

''Itulah salah satu contoh rapuhnya sistem perekonomian kita karena politik ekonomi yang masih lemah, tanpa ada proteksi-proteksi karena kita belum punya payung hukum dalam bentuk Undang-undang Sistem Perekonomian Indonesia,'' tandas Ajiep Padindang.

Para pembicara serta peserta diskusi IKA Komisariat Fakultas Ekonomi UMI sepakat untuk meningkatkan pembahasan tentang Ekonomi Politik dan Politik Ekonomi dalam forum lebih luas, khususnya membahas secara akademik pentingnya payung hukum pengelolaan perekonomian dalam bentuk Undang-undang Sistem Perekonomian Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline