Cerita tak terlihatnya I Maddusila bersama rombongan masuk ke Ballalompoa, bekas istana Kerajaan Gowa di tengah kota Sungguminasa, ibukota kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, yang dijaga ratusan petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Sabtu (28/5/2016) hingga kini masih menyimpan misteri.
‘’Setelah shalat hajat, saya berdoa bermohon kepada Allah jika memang saya berhak perkenankanlah saya dapat memasuki Ballalompoa. Dan, Alhamdullillah, Tuhan memperkenankan saya bersama beberapa dewan hadat Kerajaan Gowa masuk Ballalompoa tanpa terlihat seorangpun dari ratusan petugas Satpol PP kabupaten Gowa yang ditugaskan untuk menghalangi kami masuk istana,’’ papar I Maddusila usai dinobatkan menjadi raja Kerajaan Adat Gowa ke-37 di Hotel Horison kota Makassar, Minggu (29/5/2016).
Menurutnya, dia masuk secara wajar dari jalan masuk istana Ballalompoa sejak sore hari (Sabtu, 28/5/2016-pen) dan melakukan kegiatan pelantikan raja dengan mengenakan benda-benda regalia yang menjadi ketentuan adat untuk dikenakan sebagai syarat sahnya pelantikan seorang Raja Gowa. Berlangsung hingga malam hari, dan keluar istana Ballalompoa tak ada seorang petugas pun yang menegurnya. Semua berlangsung lancar.
Berkali-kali I Maddusila, Sombayya ri Gowa (Raja di Gowa) terdengar mengucap syukur Alhamdulillah, tatkala menyinggung peristiwa tak tediteksi mereka masuk melakukan prosesi pelantikan raja di Istana Ballalompoa yang sejak beberapa hari dijaga ketat ratusan pertugas Satpol PP.
Kehadiran saya di upacara penobatan I Maddusila sebagai Raja Gowa ke 37 di Hotel Horison kota Makassar, bermula dari SMS ucapan selamat yang terkirim ke rekan Nuralim (Nur Terbit) juga salah seorang kompasianer domisili Jakarta, yang hari itu juga ikut dilantik sebagai Gallarang Sudiang. Dan, saya terkejut mendapat balasan SMS yang menyatakan upacara sedang berlangsung di Hotel Horison Makassar. Lho koq…di Hotel Horison, padahal informasi beredar sebelumnya pelantikan akan berlangsung di Ballalompoa, istana Kerajaan Gowa yang akan didahului pesta selama seminggu. Ada apa, dan apa adanya, saya lantas meluncur ke TKP. Hotel Horison semarak sedang menanti kehadiran Raja Gowa. Di pintu masuk berkali-kali terlihat pasukan pengawal adat Kerajaan Gowa menghunuskan badik Lompobattang sebagai tanda penghormatan. Menghormati kedatangan tamu dari kerajaan dan kesultanan se-Nusantara, maupun raja-raja adat serta permaisuri se-Sulawesi Selatan.
Tercatat hari itu, antara lain, hadir Raja Skala Brak dari Lampung, Brig Pol Edward Syah (mantan Kapolda Lampung), dan Raja Pakualaman IX Prabu Suryodilogo dari Yogyakarta. Juga hadir Raja Singapura Tengku Sawal, raja-raja dan sultan dari berbagai wilayah Nusantara, serta raja-raja kerajaan adat di Sulawesi Selatan.
‘’Acara di Hotel Horison ini sebenarnya hanya simbolis disebut sebagai acara penobatan karena pelantikan raja resminya sudah dilakukan kemarin (28/5/2016-pen) di istana Ballalompoa dengan menggunakan benda-benda kerajaan,’’ jelas A Rifai, dewan adat tinggi harian Kerajaan Adat Gowa.
Hingga Raja I Maddusila serta rombongan hari itu memasuki ruang pertemuan Hotel Horison, saya tidak sempat bertemu langsung dengan rekan Nuralim. Keriuhan suasana membuat sulit melakukan komunikasi terutama posisi masing-masing dalam ruang yang padat massa. Menariknya, sepulangnya ke Jakarta, Nuralim yang setelah dilantik mendapat gelar nama Nur Aliem Halvaima,SH,MH Daeng Tika, Karaeng Baso Balangpocci, Daenta Gallarang Sudiang, mengirim selembar hasil foto selvi yang latarnya juga merekam saya dan rekan Usamah Kadir, yang hanya berjarak tak lebih dua meter di belakang Nuralim.
Peristiwa itu kemudian saya plesetkan ke Nuralim bahwa dia juga sudah mendapat warisan ‘baca-baca’ dari raja, sehingga meski dalam jarak dekat juga telah mampu tak tampak dalam pandangan. Hahahaaaa....
Saat I Maddusila dilantik sebagai Raja Gowa ke 37, bergelar I Maddusila Daeng Mannyonri Karaeng Katangka Sultan Alauddin II, Pemerintah Kabupaten Gowa sedang giat untuk menyusun sebuah Peraturan Daerah (Perda) tentang Lembaga Adat Daerah (LAD). Kabarnya hingga kini masih dalam penggodokan untuk dibahas di DPRD. Salah satu konten rancangan Perda tersebut mendapat sorotan dan protes kalangan adat, karena hendak menetapkan gelar Raja Gowa kepada setiap Bupati Gowa yang terpilih, siapapun orangnya. Pelarangan penggunaan istana Ballalompoa sebagai tempat pelantikan I Maddusila sebagai Raja Gowa ke-37, banyak pihak menengarai ada kaitan penolakan yang dilakukan terhadap rancangan Perda tersebut. Pemkab Gowa pun menyatakan tidak mengakui penobatan I Maddusila sebagai Raja Gowa ke 37.
‘’Kami ini pewaris adat Kerajaan Gowa. Buktinya, sejak lama kami yang diserahkan memegang kunci tempat benda-benda pusaka kerajaan yang ada di istana Ballalompoa. Tapi lucu karena Pemkab Gowa melarang kami masuk melakukan kegiatan di istana kerajaan,’’ papar I Maddusila di hadapan tamu raja-raja dari kerajaan adat dan kesultanan se-Nusantara yang secara tegas telah mengakui keabsahan penobatan I Maddusila sebagai raja di Kerajaan Adat Gowa. Diperkuat dengan penyematan Pin Mahaputra Kerajaan Tingkat I oleh Raja Pakualaman IX, sebagai tanda sahnya I Maddusila sebagai Raja Gowa ke-37.