Lihat ke Halaman Asli

Mahaji Noesa

TERVERIFIKASI

Pernah tergabung dalam news room sejumlah penerbitan media di kota Makassar

Reorientasi Kota Makassar Jika Erwin Kallo Jadi Walikota

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13334526342086375987

Sebutan Makassar sebagai ‘Kota Gila’ yang diungkapkan Erwin Kallo,SH, dalam acara Dialog Budaya di Gedung Graha Pena Fajar, Makassar, tahun 2010, kemudian kembali dijuluki terhadap Kota Jakarta ketika pakar hukum bidang properti nasional ini tampil sebagai salah seorang nara sumber di acara Indonesia Lawyer Club TV-One, Rabu malam (28 Maret 2012) yang mengusung topik: ‘’Menuju DKI 01.’’

[caption id="attachment_169766" align="alignright" width="360" caption="Erwin Kallo,SH/Ft: Mahaji Noesa"][/caption]

Orang gila adalah penyandang lupa ingatan. Tidak sadar, tidak tahu dari mana ia berasal dan hendak kemana tujuannya. Dia berjalan tanpa arah, tanpa mengenal tata aturan. ‘’Mirip seperti itulah yang saya asumsikan dengan julukan sebagai Kota Gila,’’ jelas Erwin, pengajar di Institut Teknologi Properti Indonesia (IPTI) di Jakarta dalam perbincangan ketika kemarin bertandan ke Makassar, kota kelahirannya.

Menurut penulis sejumlah buku panduan bagi perlindungan usaha dan konsumen properti di Indonesia ini, kondisi pengembangan Kota Makassar saat ini seperti Kota Jakarta sekitar 30 tahun lalu. Jika tak tertangani dengan baik, kelak akan menjadi ‘Kota Gagal’ yang tidak mampu menghadirkan fundamental of living -- ruang kehidupan yang nyaman dan aman bagi warganya.

Lihat saja sekarang, sebut Direktur Lembaga Advokasi Konsumen Properti Indonesia (LAKPI) ini, kemacetan dan banjir sudah mulai mengusik kenyamanan warga di Kota Makassar. Pengembangan kota senantiasa dilakukan, namun antara lain dalam pelaksanaannya lebih banyak berjalan tidak konsisten dengan aturan-aturan terutama menyangkut tata ruang kota yang telah disepakati.

Seperti kondisi Kota Jakarta beberapa puluh tahun lalu, aturan Tata Ruang di Kota Makassar terlihat dilakukan tapi tanpa huruf R lagi. Hanya menjadi sumber Tata Uang untuk alasan kepentingan pendapatan daerah maupun sumber kongkalikong aparat. Masaiya, sejumlah wilayah yang telah ditetapkan peruntukkannya sesuai kondisi lahannya untuk wilayah pemukiman, dalam praktiknya nyata-nyata justru bisa dikembangkan sebagai pusat perdagangan atau kawasan perhotelan. Salah satunya, seperti terlihat di Kawasan Panakkukang, Kota Makassar.

Akibatnya menurut Erwin, pasti akan menimbulkan kemacetan-kemacetan lalu-lintas, lantaran jalan-jalan sekitar yang didisain dalam ukuran untuk kawasan pemukiman pasti tidak akan dapat menampung aktivitas manusia maupun kendaraan lantaran berubah fungsi jadi kawasan bisnis dan perdagangan yang pasti akan ramai dengan berbagai aktivitas dan hiruk-pikuk manusia. Demikian pula drainase yang sebelumnya dirancang untuk pemukiman, tentu saja takkan dapat berfungsi dengan baik karena kemudian harus menampung volume limbah buangan yang pasti akan berpuluh kali lebih besar dibandingkan limbah buangan pemukiman.

[caption id="attachment_169767" align="aligncenter" width="640" caption="Erwin Kallo (pegang mik) saat berdialog dengan sejumlah seniman dan budayawan di Kota Makassar/Ft: istimewa"]

13334527861469977249

[/caption]

Hal-hal seperti ini yang dihalalkan terjadi di Jakarta puluhan tahun lalu yang membuat Kota Jakarta saat ini semrawut, tidak nyaman dalam berbagai sektor. Dan, hal seperti itu kelihatan saat ini juga sedang terjadi di Kota Makassar. Lebih dari itu, visi pengembangan Kota Makassar umumnya hanya berkutat dalam wilayah Kota Lama. Berbagai kegiatan pembangunan dan penyediaan fasilitas memang terus dilakukan tapi kota ini akan selalu menjadi Kota Kemarin – The city of yesterday. Masalah kota selalu berulang, bahkan akan lebih parah dengan adanya pertambahan aktivitas dan jumlah warga dari hari ke hari di ruang yang sama. Mestinya pengembangan dilakukan secara find the new in the old. Dilakukan pengembangan-pengembangan baru tapi tetap memperhatikan kondisi yang lama.

Makanya, menurut Erwin, jika ia menjadi Walikota di Makassar tak hanya melakukan revitalisasi tapi juga akan melakukan rekonstruksi terhadap Kota Makassar. ‘’Saya akan mengembangkan kota ini secara harmonis agar warga mendapatkan suasana kehidupan kota yang nyaman dan aman. Roh Serre Ata’ Rua Karaeng terhadap Kerajaan ‘Kembar’ Gowa dan Tallo dahulu saya akan terapkan dalam pengembangan kota dan infrastrukturnya,’’ katanya.

Dewan Penyantun Yayasan Timur (Social and Culture Program) ini menilai, pembangunan pengembangan Kota Makassar sekarang masih timpang. Wilayah ‘Kota Lama’ di bagian selatan yaitu bekas wilayah Kerajaan Gowa dahulu itu yang terlihat jadi titik tumpu terus dipacu. Akibatnya, pengembangan perkotaan tetap bertumpuk di sini dengan segala permasalahannya. Sedangkan di arah utara kota yang dulunya merupakan wilayah bekas Kerajaan Tallo sampai sekarang masih lengang dari pengembangan infrastruktur yang dapat menopang pelayanan aktivitas berbagai usaha serta kenyamanan kehidupan bagi warga.

Jangan heran, menurut Erwin yang pernah menjadi teaterawan idola di Teater Angkasa Kota Makassar, jika segala aktivitas penduduk Kota Makassar yang sudah mencapai 1,5 juta jiwa sekarang tetap menumpuk di areal Kota Lama yang luasnya hanya sekitar 24 kilometer persegi dengan segala aktivitas dan problematikanya.Terjadilah di sana masalah klasik perkotaan berupa pemukiman sumpek, parkir semrawut, pedagang Kaki lima saling berebut lokasi, banjir dan kemacetan lalu-lintas. Padahal hal seperti itu seharusnya tidak terjadi jika ada keinginan untuk menata dengan baik, karena sejak tahun 1971 wilayah Kota Makassar sudah diperlebar hingga seluas lebih dari 175 kilometer persegi.

‘’Kalau saya jadi Walikota Makassar, harmonisasi pengembangan kota dengan semua aktivitas usaha maupun kehidupan warga juga tak hanya dilakukan melalui kebijakan-kebijakan bersifat teknis seperti pelaksanaan Pendidikan dan Pelayanan Kesehatan Gratis. Tapi akan menukik ke hal yang sifatnya fundamental. Apa gunanya dilakukan pelayanan kesehatan gratis, jika got dan selokan tetap saja mampet atau sanitasi warga tetap buruk dimana warga akan tetap menjadi langganan berbagai penyakit,’’ katanya.

Ribut-ribut soal pembangunan kembali Pasar Sentral Makassar Mall pascakebaran tahun lalu, menurut Erwin, inti masalahnya bukan sekedar tak dapat menampung kembali pedagang yang jadi korban kebakaran karena keterbatasan lods atau kios yang dapat dibangun. ‘’Tapi karena pemerintah kota hanya sebatas berpikir untuk membangun kembali pasar di bekas lokasi pasar yang terbakar, lokasi pasar yang didisain saat penduduk Kota Makassar masih kurang dari 300 ribu jiwa. Dalam kondisi aktivitas perdagangan kota yang makin meningkat dengan penduduk sekitar 1,5 juta jiwa saat ini, mestinya sudah dipikirkan untuk membangun pasar sentral kota yang baru dengan kapasitas tampung yang lebih besar, dan itu memungkinkan sekali dilakukan, kalau mau. Misalnya, dibuat di arah utara kota yang masih lengang dari berbagai infrastruktur pelayanan bagi kehidupan warga kota selama ini,’’ katanya.

Putera dari Hamzah Kallo (alm), mantan Komandan Perwira Militer (Danramil) di Bonebone, Luwu ini mengakui kepemimpinan dalam era HM.Dg.Patompo sebagai Walikota Makassar, karena melibatkan seniman dan budayawan dalam membangun Kota Makassar. ‘’Hanya ada dua kota lagendaris di Indonesia, Makassar dan Batavia. Padahal membangun kota tanpa rujukan budaya dapat memacu kehidupan warga yang liar tanpa toleransi,’’ katanya.

Justru sekarangmenurut Erwin, pelibatan seniman dan budayawan kurang dilirik dalam membangun Kota Makassar. Bahkan, sebutnya hak-hak seniman dan budayawan justru dirampok penguasa. Dicontohkan dengan adanya duit sekitar Rp 8,8 miliar melalui dana Bansos di APBD Sulsel dimanfaatkan pihak lain dengan alasan yang sesungguhnya tidak dilaksanakan untuk kegiatan atau berkaitan dengan pengembangan seni dan budaya.

‘’Ah, menarik sekali, sekarang Makassar punya banyak cerita,’’ tandas Erwin tanpa mengurai lebih lanjut.

Salah satu yang menarik di Kota Makassar saat ini, sekalipun pemilihan Walikota Makassar baru akan dilaksanakan dua tahun mendatang, di seantero kota sudah terpampang berjibun baliho dari orang-orang partai maupun independen menyatakan diri sebagai Calon Walikota Makassar periode 2014 -2019.

Pak Erwin, apakah Anda juga berkeinginan untuk maju sebagai calon atau kandidat dalam Pemilihan Walikota Makassar 2014 -2019 mendatang ? ‘’Untuk membangun kota yang dapat memenuhi syarat fundamental of living akan dapat diwujudkan jika dimulai dari reorientasi visi pemimpinnya. Terhadap hal kompeten seperti itu saya mau, jika ada jalan,’’ jawab Erwin Kallo, lalu tertawa ngakak. Hahaaaa……




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline