Berbentuk bagaikan sebuah wajan raksasa, bagian lengkung tepian Kota Enrekang dibatasi 3 bukit (buttu) – Buttu Mario, Buttu Sawa, dan Buttu Cuicui. Ketiga buttu tersebut selama ini dipelihara pemerintah dan warga sebagai Hutan Kota. Terdapat 12 desa yang berkembang di sekeling buttu tersebut, dan 6 kelurahan di kakinya. Saat ini berpenduduk sekitar 34.000 jiwa. Itulah wilayah Kecamatan Enrekang yang sejak dulu ditetapkan sebagai bagian dari wilayah ibukota Kabupaten Enrekang di Provinsi Sulawesi Selatan.
[caption id="attachment_97643" align="aligncenter" width="640" caption="Masjid Taqwa Muhammadiyah dengan lingkungan yang indah dan bersih di salah satu sudut Kota Enrekang/Ft:Hendra Jaya"][/caption]
Dua sungai besar – Sungai Saddang dan Sungai Mata Allo yang menjadi sumber air irigasi persawahan di beberapa kabupaten lain, melintas di tengah kota membuat ibukota kabupaten di tengah pegunungan berketinggian di atas 1.000 m dpl ini berhawa sejuk sepanjang hari, sekalipun di musim kemarau.
[caption id="attachment_97644" align="alignleft" width="300" caption="Hj.Sitti Samria,SIP, Camat Enrekang"]
[/caption]
Sebenarnya, sejak lama keindahan lay-out alam, kehijauan dan keteduhan pusat pemerintahan kabupaten yang lebih dikenal dengan julukan Bumi Massenrempulu tersebut, menjadi buah bibir orang-orang di luar Kabupaten Enrekang. Terutama dari para wisatawan nusantara maupun mancanegara yang melakukan perjalanan wisata dari Kota Makassar ke Kabupaten Tana Toraja.
Hanya saja, selama ini para pelancong, demikian pula biro-biro perjalanan wisata masih selalu memilih Kota Makale, ibukota Kabupaten Tana Toraja dan Kota Rantepao, ibukota Kabupaten Toraja Utara yang telah dilengkapi infrastruktur wisata sebagai titik tujuan. Kota Enrekang hanya menjadi daerah lintasan. Alamnya yang indah lebih banyak dipandang sambil lalu dari jendela-jendela bus wisata yang membawa para wisatawan dari Kota Makassar ke Toraja atau sebaliknya.
Pada hal, jika Kota Enrekang dapat menyediakan sarana dan fasilitas wisata seperti yang terdapat di Kota Makale dan Kota Rantepao, dipastikan sebagian besar para wisatawan akan memilih Kota Enrekang yang indah, teduh dan sejuk jadi base camp untuk menikmati keindahan panorama alam serta keunikan budaya pegunungan masyarakat di Sulawesi Selatan. Di sekitar wilayah Kota Enrekang inilah sesungguhnya letak hamparan keindahan alam yang selama ini menjadi kesan dan cerita menarik para wisatawan yang pernah berkunjung ke daerah wisata Tana Toraja.
Bahkan, jika Kota Enrekang dapat memiliki sarana dan fasilitas yang memadai, para wisatawan dipastikan akan bisa betah lebih lama tinggal lantaran disekitarnya juga terdapat banyak obyek wisata purba serta keunikan-keunikan alam, seni, budaya dan adat istiadat masyarakat yang tidak kalah menariknya dari obyek andalan budaya Aluk Todolo di wilayah Tana Toraja. Apalagi Kota Makale dan Kota Rantepao hanya berjarak sekitar satu jam perjalanan dari Kota Enrekang.
[caption id="attachment_97645" align="alignright" width="300" caption="Bupati Enrekang Ir.H.Latinro Latunrung ketika melantik Hj.Sitti Samria sebagai Camat Kota Enrekang/Ft:dok"]
[/caption]
Dalam radius sekitar 10 km Kota Enrekang, terdapat obyek dinding batu raksasa bernama ‘Tontonan’ yang merupakan salah satu kuburan kayu purba. Mayat-mayat leluhur diletakkan dalam peti-peti kayu yang susun berjajar di alur dinding batu yang besar tersebut. Ada jejak gunung yang memiliki cerita sebagai tangga ke langit di masa purba. Terdapat ‘Erong’ makam tertua di Sulawesi Selatan. Ada kebiasaan masyarakat adat mampu mengeluarkan mata air dari batu-batu cadas pegunungan.
Terdapat sejumlah benteng kuno, goa-goa purba, air terjun, dan banyak lagi obyek menarik dari sisi kuliner, satwa dan fauna di Enrekang. Di wilayah ini ada Ula’ Bittoeng – ular-ular kecil berukuran sejengkalberwarna indah, bersahabat dengan kehidupan manusia, dan uniknya, ular yang tak berekor itu nyata berkepala dua. Terdapat sejumlah flora unik, diantaranya, kembang ‘Cantennna Nabi Muhammad’ --- berbentuk kendi mini, di pagi hari berisi air memiliki kelopak bunga seperti tutup kendi terbuka, dan menutup secara otomatis pada saat siang hari. Sayangnya, potensi wisata Enrekang tersebut, kini masih dalam posisi terabaikan dalam perjalanan para wisatawan di Sulawesi Selatan.
Namun begitu, di tengah gencarnya Pemerintah Kabupaten Enrekang di bawah kepemimpinan Bupati Ir.H. Latinro Latunrung yang menfokuskan program andalannya mengentaskan kemiskinan warga,Kota Enrekang yang berada di sekitar Km 235 dari Kota Makassar pun tetap diberi prioritas untuk ditata lebih cantik sebagai kota sehat, hijau dan teduh. Hasilnya, tak main-main. Dari 18 kategori Kota Kecil di Sulsel yang dinilai tahap pertama untuk mendapatkan penghargaan ‘Adipura’ Tahun 2011, Kota Enrekang sudah masuk nominasi 10 Besar menuju penilaian akhir tahap kedua yang rencananya dimulai April 2011.
Program ‘Jumat Bersih’ yang membagi penanganan dan tanggung jawab pemeliharaan kebersihan wilayah Kota Enrekang melalui Satuan-satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) kerjasama warga kota, pelaksanaannya terlihat dapat memberikan poin kuat Kota Enrekang sebagai salah satu penerima penghargaan Adipura dalam kategori Kota Kecil di Sulsel tahun 2011.
Sekalipun, darinase kota, menurut Camat Enrekang, Hj.Sitti Samria,SIP masih butuh tambahan dan permanenisasi namun saat ini kota sudah bebas dari genangan banjir di musim penghujan.
Jajaran ABRI dan Polri di Enrekang yang juga senantiasa proaktif mengambil bagian melakukan pembersihan kota sebagai bagian dari program Gerakan Hidup Bersih dan Sehat setiap hari Jumat, menurut Camat Enrekang yang alumni Ilmu Pemerintahan Universitas Gajah Mada tahun 1995 itu, sudah berhasil mendobrak semua selokan-selokan buntu sehingga air-air limbah buangan warga kota maupun tumpahan air hujan dapat mengalir lancar melalui drainase-drainase kota yang ada.
Gerakan pemeliharaan kebersihan dan penataan keindahan yang dilakukan secara rutin setiap hari Jumat dipelopori aparat pemerintahan tampak telah memberikan kesadaran yang tinggi terhadap warga Kota Enrekang, khususnya terhadap pentingnya memelihara keindahan dan kebersihan kota. Lapangan upacara Abubakar Lambogo yang tadinya masih menjadi bagian dari tempat warga merumputkan ternak kambing dan kerbaunya, sehingga tidak membuat kenyamanan sebagai tempat upacara maupun berolah raga. Kini, sudah segar apalagi telah ditata dengan penambahan tanaman-tanaman hias di sekelilingnya. Antarwarga tampak sudah saling mengingatkan jika ada hal yang dipandang merusak keindahan dan kebersihan kota.
[caption id="attachment_97646" align="aligncenter" width="648" caption="Suasana di depan Rumah Sakit Umum Daerah di Kota Enrekang/Ft:Hendra Jaya"]
[/caption]
‘’Awalnya, memang, banyak hal yang merupakan kebiasaan warga mengganggu keindahan dan kebersihan Kota Enrekang ini mendapat tantangan ketika berupaya ditata. Tapi dengan pendekatan, menyapa langsung warga, memberikan pengertian dan contoh nyata di lapangan mereka pun dengan cepat berubah. Dan, justru kini menjadi pemelihara sekaligus pengawas kebersihan dan keindahan kota,’’ papar ibu dari 3 orang anak yang memulai karir kepamongan sebagai PNS di Kantor Gubernur Provinsi Sulawesi Tengah, di Kota Palu tahun 1982.
Wanita kelahiran Poso (Sulteng) yang menamatkan sarjana mudanya di Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) Makassar tahun 1983 tersebut pindah tugas ke Enrekang tahun 1995. Dari staf Bappeda, BKD, Subag Disiplin Pegawai, dan Sekretaris Diskoperindag Kabupaten Enrekang, kemudian dilantik 23 September 2010 menjadi Camat Enrekang.
Perubahan fisik kota dan bangkitnya kesadaran warga Kota Enrekang terhadap pemeliharaan kebersihan dan penataan keindahan Kota Enrekang yang terlihat sangat drastik dalam enam bulan terakhir, dibicarakan warga tak lepas dari kepemimpinan Sitti Samria sebagai Camat Enrekang.
Tak heran jika sebagian warga menjuluki Camat Enrekang ini sebagai ‘Walikota Enrekang’ lantaran ketegasannya terutama dalam pemeliharaan kebersihan dan penataan keindahaan Kota Enrekang. Menurut sejumlah warga di Batili, Enrekang, dalam soal urusan kebersihan dan keindahan kota di wilayah Kecamatan Enrekang, dia begitu tegas dengan komitmen, termasuk kepada banyak warga Kota Enrekang yang sebenarnya merupakan atasannya dalam struktur kedinasan.
‘’Untuk urusan kebersihan dan keindahan kota ini, bukan penghargaan Adipura yang jadi tujuan utama. Lebih penting, bagaimana membangkitkan kesadaran masyarakat, termasuk partisipasinya dalam ikut serta menumbuhkan pola hidup bersih dan sehat. Tanpa kesadaran warga, sekalipun kita miliki segala fasilitas penunjang, pemeliharaan kebersihan akan sukar dipertahankan. Apalagi jika fasilitas penunjang yang masih minim seperti sekarang,’’ jelas Sitti Samria ketika baru saja memonitor kerja gotong royong pembersihan lingkungan, Jumat kemarin, di sekitar Pasar Sentral Kota Enrekang.
Dia berharap program Gerakan Enrekang Bersih (GEB) melalui pemberdayaan masyarakat, Tim PKK dan Dharma Wanita yang dalam waktu dekat akan diluncurkan Pemkab ke seluruh Kabupaten Enrekang dapat mempermantap khususnya langkah-langkah yang sudah dilakukan terhadap upaya pemeliharaan kebersihan dan penataan keindahan Kota Enrekang.
‘’Untuk membangkitkan kesadaran masyarakat diperlukan kerja keras, apalagi jika ada kebiasaan lama yang buruk yang minta untuk diubah. Misalnya, untuk tidak lagi membuang sampah di sembarang tempat. Ya, sebagai aparat pelayan, kita harus sabar, tapi juga tak boleh bicara saja. Harus supersibuk memperlihatkan contoh di lapangan,’’ katanya.
Kemudian menambahkan, bahwa hampir enam bulan terakhir, kebanyakan nanti mau tidur dia baru bisa bercanda santai dengan suami. Heheee….! Mendengar guyon tersebut, Sang Suami yang kebetulan duduk tak jauh di sisi kanannya, Drs.Juir Palisuri, Kadis Kebersihan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Enrekang, yang juga sebelumnya pernah menjabat Camat Enrekang, terlihat senyum-senyum kecil. ‘’Ah, ibuuu....!’’ timpalnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H