Lihat ke Halaman Asli

Mahaji Noesa

TERVERIFIKASI

Pernah tergabung dalam news room sejumlah penerbitan media di kota Makassar

Lokasi 'Perjanjian Bungaya' Makassar Diterlantarkan

Diperbarui: 26 Juni 2015   10:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

12931851841178696361

Lokasi bersejarah tempat ditandatanganinya ‘Perjanjian Bungaya’atau disebutCappaya ri Bungaya (Bhs.Makassar) dan Bongaissck Verdrag (Belanda) yang dilakukan pada 18 Nopember 1667 antara Raja Gowa ke-16, Sultan Hasanuddin dengan Laksamana Belanda Cornelis Janszoon Speelman, di Bungaya, Barombong, sudah bertahun-tahun diterlantarkan.

Lokasi yang kini berada di sekitar Bontoa, Kelurahan Barombong Kecamatan Tamalate, Kota Makassar tersebut berbilang tahun lamanya tampak tidak mendapat perhatian dari pemerintah maupun pihak-pihak terkait dengan peninggalan sejarah dan budaya.

Inilah lokasi 'Perjanjian Bungaya' yang tak terurus di Kelurahan Barombong Kota Makassar/Ft:Mahaji Noesa

Sebelum Pelaksanaan Otonomi Daerah (Otoda), lokasi tersebut masih diperhatikan oleh pihak Kantor Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Setelah berlaku efektifnya pelaksanaan Otoda (2001), lokasi ini ditumbuhi belukar , tanaman liar dan bahkan sudah menghutan sampai sekarang. Pemerintah Provinsi Sulsel dan Pemerintah Kota Makassar, mahasiswa maupun pemerhati tinggalan sejarah, budaya dan pegiat arkelogi tak ada yang memperhatikan untuk pemeliharaan, mengurus apalagi memperbaiki lokasi ini.

Padahal tempat ini termasuk peninggalan sejarah, sebagai ruang imajitatif bagi kebesaran Kerajaan Gowa masa lalu. Dalam Perjanjian Bungaya, seperti dicatat sejarah, antara lain ditegaskan bahwa Benteng Somba Opu tetap diberikan kepada Sultan Hasanuddin, tidak dihancurkan bersama Benteng Ujungpandang, pascaperjanjian tersebut.

12931853681616791092

Tampak lokasi 'Perjanjian Bungaya' bak hutan tak terpelihara/Ft:Mahaji Noesa

Perjanjian Bungaya sendiri, dilakukan sebagai Perjanjian Perdamaian setelah terjadi perang besar antaran kubu Kerajaan Gowa dengan kolonial Belanda yang menimbulkan banyak korban jiwa di kedua pihak.

Meski kemudian, Perjanjian Bungaya menjadi kabur, dimulai dengan adanya penolakan dari pembesar Kerajaan Gowa sendiri terhadap penandatanganan perjanjian tersebut. Perang antara Kerajaan Gowa dan Belanda kemudian kembali berkobar, dan Benteng Somba Opu pun luluh lantak. Hancur !

Di lokasi Perjanjian Bungaya ini, seperti yang jelas tercatat dalam sejarah, mungkin merupakan tempat pertama di Indonesia, penyumpahan dilakukan terhadap pejabat menggunakan kitab suciAl-Qur’an (Islam) dan Injil (Kristen). Sebab, seperti ditulis Prof.Dr. Mattulada dalam buku ‘Menyusuri Jejak Kehadiran Makassar dalam Sejarah’ tahun 1978, Perjanjian Bungaya ditandatangani dengan sumpah di depan Al-Qur’an oleh Sultan Hasanuddin dan di depan kitab Injil oleh Speelman.

Tentu saja, ada beribu pelangi pemikiran yang bisa dimaknai dari catatan sejarah tersebut untuk kehidupan kita saat ini. Jika…..

Ah, untung saja, jalan kecil menghubungkan gerbang perbatasan Kota Makassar dengan Kabupaten Takalar dan Kecamatan Barombong (Kabupaten Gowa) yang ada di bagian utara lokasi penandatangan Perjanjian Bungaya (18 Nopember 1667) tersebut, saat ini mengabadikan tempat bersejarah itu dengan menggunakan nama Jl.Perjanjian Bungaya.

Melihat kondisi lokasi yang sekelilingnya mulai berubah jadi sasaran lokasi pembangunan perumahan, diperlukan gerakan cepat jika mau menyelamatkan tinggalan sejarah lokasi ‘Perjanjian Bungaya’ tersebut. Tapi siapa yang mau mulai ya…..




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline