Lihat ke Halaman Asli

Mohamad AB

Karyawan

Jangan Sampai Sudah Jatuh Ketimpa Tangga

Diperbarui: 21 April 2017   06:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebuah pelajaran berharga,sudah jatuh tertimpa tangga..mungkinkah ini yang akan menimpa pada Ahok? Semoga ini tidak sampai terjadi.

Pertanyaannya , mungkinkah ,petualangan Ahok ini  akan  mengantarkan ke  tahanan ? Mungkinkah menjadi pesakitan sudah jatuh tertimpa tangga? Semoga ini jangan terjadi,mengingat jasa Ahok telah banyak yang mengikuti dengan ketegasan keterbukaan pengelolaan dana keuangan di Pemda DKI ,kini menjadi semakin transparan,dan terukur,bersih dan bertanggung jawab.

Sulit kita memisahkan unsur pilkada dengan  fanatisme agama,karena keduanya  sulit dipisahkan. Konsep politik yang  ingin memisahkan politik dan agama  rasanya hanya akan menerima  kemasgulannya ,menjadi kekecewaan tak berujung pangkal.

Dialah yang mengawali dialah yang mengakhirinya, siapa yang tak kenal Ahok,pengalaman sejarah kegagalan pada pilkada Bangka Belitung rupanya telah berulang di DKI.Susah payahnya membangun suara basis Islam  terasa betul dipikiran Ahok ,maka kekhawatirannya yang akhirnya berbuntut kecerobohan ini terjadi,dan ini bukan wilayah yang aman,karena domain agama adalah  sangat riskan,sensitive . Rupanya kacamata  Ahok lupa dikira  DKI tidak sereligius Bangka Belitung dulu,  melihat ,kondisi warga  yang masih ,kokoh terbalut religius sulit dipatahkan mungkin baru percaya bisa diambil hikmahnya.

Menurut tempo,Pada awalnya adalah pidato Ahok di Kepulauan Seribu. Mengutip ayat Al-Quran, ia mengkritik kaum puritan yang menggunakan sentimen agama untuk menjatuhkan lawan politik. Berulang kali Majalah Tempo menyatakan bahwa pidato Ahok itu bukanlah penghinaan terhadap agama. ( Tempo SENIN, 17 APRIL 2017 )

Berprosesnya  kasus hukum yang menjerat Ahok adalah bukti,begitu seriusnya kasus ini  yang  membuat ancaman besar persatuan bangsa,karena  kasus ini disinyalir  akan  menyeret makin melebar keluar wilayah DKI.

Uniknya  kasus ini terjadi berbarengan dengan berprosesnya Pilkada DKI ,sungguh unik ketika warga DKI harus menerima kenyataan pahit seorang kandidat  yang satusnya terdakwa. Maka bola liar terus menuju sasaran inti. Semua yang menjadi penyebab kondisi ketidak harmonisan akan menerima konsekwensinya. Maka mulai terjadi penangkapan aktivis yang dinilai membahayakan .

Saat  musim  kampanye  pilkada  DKI menjadi waswas, udara panas selalu menyertai nuansa politik yang  kadang keluar dari bingkai demokrasi. Suasana kaotik pun terjadi. Perang kata, poster, dan spanduk terjadi di media sosial dan jalan raya. Kini kedua kandidat berebut pemilih Islam, kelompok yang mereka yakini menjadi penentu kemenangan pilkada DKI.
 Seperti kehabisan akal, Ahok ikut-ikutan menguarkan simbol keislaman.
 Seperti pasangan Anies-Sandi, pada kertas suara putaran kedua, Djarot akan berpeci--simbol “kesalehan” yang salah kaprah. Pemilih dibujuk untuk memilih Djarot karena sudah naik haji, sedangkan Anies belum.
 Pertarungan gagasan dan adu program menjadi lindap oleh gegap-gempita janji berbalut keagamaan.

Kini  babakan ,pilkada telah  usai  putran I yang mengalahkan AHY  kini  dilanjutkan putaran ke II yang justru menumbangkan cita cita Ahok  menjadi DKI 1 tak tercapai. Begitu sensitivnya kasus sara sampai pada keikutsertaan AHY pada putaran I juga diisukan memanfaatkan sara oleh Ahok,namun ini tak terbukti bahkan  dijawab dengan kekalahannya sebagai buktinya.

 Kini kasus Ahok  dengan  kekalahannya sebagai kandidat  Gubernur DKI , makin membuat spekulasi  yang liar..Sudah jatuh tertimpa tangga…

Karena secara hukum,kasus Ahok  telah dibacakan tuntutan jaksa 1 tahun penjara

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline