"Gen Z disebut-sebut lebih rentan terhadap masalah kesehatan mental, seperti depresi dan gangguan kecemasan. Ada berbagai faktor pemicu contohnya paparan media sosial, hingga ketidakpastian akan masa depan."
Halodoc, Tapteng -- Generasi Z adalah istilah untuk menyebut mereka yang lahir di antara tahun 1997 dan 2012. Berbeda dengan generasi sebelumnya, generasi ini tumbuh besar dengan internet sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan.
Perbedaan ini tidak hanya membentuk cara pandang mereka terhadap dunia secara keseluruhan, tetapi juga mempengaruhi kesehatan mental mereka secara signifikan.
Gen Z pun sering dikenal sebagai generasi yang lebih sensitif dan rentan mengalami gangguan mental. Kira-kira mengapa hal ini bisa terjadi? Simak pembahasan selengkapnya di bawah ini!
Gangguan Mental yang Sering Dialami Gen Z
Menurut penelitian dari American Psychological Association (APA), sekitar 91% Gen Z mengaku pernah mengalami setidaknya satu gejala fisik atau emosional akibat stres. Contohnya seperti merasa depresi atau sedih, kehilangan minat, motivasi, atau energi.
Bukan hanya itu, sekitar 1 dari 3 anak muda berusia 18-24 tahun juga melaporkan gejala terkait kesehatan mental, seperti depresi dan gangguan kecemasan.
Penelitian lainnya dalam Journal of Abnormal Psychology pada tahun 2019, menunjukkan peningkatan besar dalam tingkat depresi di kalangan remaja dan dewasa muda antara tahun 2009 dan 2017.
Selain itu, data lain menunjukkan bahwa angka bunuh diri pada remaja 15-19 tahun dan dewasa muda 20-24 tahun juga mengalami peningkatan signifikan.
Alasan Gen Z Lebih Rentan terhadap Gangguan Mental
Berikut ini beberapa alasan Gen Z lebih rentan mengalami gangguan kesehatan mental:
1. Paparan media sosial
Generasi Z memang menghabiskan lebih banyak waktu di media sosial daripada generasi sebelumnya. Akan tetapi, aktivitas ini juga menjadi faktor yang meningkatkan risiko gangguan mental.
Penelitian menunjukkan bahwa, semakin banyak waktu anak muda bermain media sosial, semakin rendah kesehatan mentalnya. Hal ini terjadi karena akses mudah terhadap konten di media sosial, memungkinkan individu terpapar lebih banyak konten negatif.