Lihat ke Halaman Asli

Rapat Panja RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak: Dengar Pendapat Pakar dari Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI) dan Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI)

Diperbarui: 31 Maret 2023   11:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. pribadi

Gedung Nusantara II - Rabu, 29 Maret 2023 Komisi VIII DPR RI menggelar Rapat Panja dengan Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI)  dan Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) tentang pembahasan RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak  (KIA).

Ada banyak komentar dari ILUNI mengenai RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak, diantaranya: Sepatutnya kuantitas yang tinggi juga harus diimbangi dengan kualitas yang juga memadai sehingga penting untuk melahirkan RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) walaupun perlu juga ada beberapa kritisi terkait konten, harmonisasi dengan Undang-undang lain sehingga tepat sasaran. 

Pada Pasal 2 perlu penambahan tentang asas kesetaraan gender, karena sejatinya berbicara masalah ibu dan anak tidak bisa terlepas dari peran ayah serta anggota keluarga yang lain. Kemudian pasal 3 pada Penyelenggaraan Kesejahteraan Ibu dan Anak ditambah "seluruh anggota keluarga". Ibu dan Anak juga perlu pendampingan psikologi dan kesehatan jiwa (mental health). Pada pasal 5 juga terkait cuti itu benar-benar perlu diperhatikan lagi. Pasal 5 ayat 3 yang berbunyi: "Pemerintah pusat dan daerah mendampingi secara hukum dan memastikan hak Ibu terpenuhi dengan baik", seharusnya jangan hanya dibatasi seputar pemerintah pusat dan daerah, tetapi perlu dilibatkan peran masyarakat, ormasi, dunia usaha, korporasi dan lainnya juga punya kewajiban yang sama. Lagi, pada pasal 24 bagian edukasi bagi anak perlu ditambahkan juga edukasi tentang bahaya pornografi, game online, napza terhadap ibu dan anak.

ILUNI juga menyampaikan komentar terkait Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) terkait perlu diperjelas definisi ibu bekerja, apakah harus kantoran atau bisa mandiri atau informal atau pekerja rumah tangga, kemudian besaran dan persentase cuti maternity harus disepakati bersama. Selanjutnya pentingnya menghadirkan Tempat Penitipan Anak yang terjangkau secara biaya dan jarak, perlunya advokasi sosial dan hukum, tidak hanya sosial saja. Sinkronisasi angkat menikah anak juga perlu, serta penting untuk menekankan peran Ibu dan Ayah sejak awal.

Setelah pihak ILUNI menyampaikan komentarnya, selanjutnya komentar dari AIMI dimulai dengan kekhawatiran apakah jika terkait cuti maternitas dimasukkan dalam RUU KIA ini apakah pengusaha nantinya akan mau mematuhi karena sanksi belum jelas. Mungkin bisa mengubah dari UU Ketenagakerjaan yang pasti lebih mudah ditaati oleh pengusaha. Pasal 4 kenapa tidak diatur dalam UU Kesehatan? Sampai pada pertanyaan tanggungjawab seperti apa dari negara? Misal: Subsidi biaya gaji karyawan, jadi semuanya tidak dibebankan pada pengusaha sehingga perempuan tidak takut kehilangan pekerjaan.

Penulis: ANINDIYA ULHAQ (Peserta Rapat)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline