Oleh : Maftuhi Firdaus
Email : Firdausmaftuhi@gmail.com
Melemahnya daya beli merupakan isu hangat yang saat ini santer dibicarakan masyarakat. Belana masyarakat pada sektor riil hanya menyentuh angka 4,9 persen sampai kuartal II-2017, tentu angka ini angka yang sangat kecil karena 50 persen perekonomian ditunjang dari sektor konsumsi.
Dilain sisi ada hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah yaitu minimnya serapan anggaran daerah. Yang tentunya ini akan berpengaruh pada geliatnya ekonomi nasional oleh karena itu pemerintah dituntut untuk mencari solusi cepat dan tepat agar semua ini dapat ditangani tanpa mengganggu stabilitas ekonomi.
Salah satu cara yang dapat digunakan oleh pemerintah dalam hal meningkatkan perekonomian Indonesia adalah sektor pariwisata. Trend pariwisata Indonesia kian membaik bekalangan ini karena status travel warning yang dulu kerap diberikan kepada Indonesia kini mulai hilang karena perbaikan dalam bidang keamanan. Senada dengan membaiknya kondisi kemanan, terjadi peningkatan jumlah kunjungan wisatawan terutama wisatawan asing atau mancanegara.
Data terakhir yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan Juni 2017 jumlah wisatawan asing sudah mencapai 1,14 juta kunjungan meningkat 26,75 persen dari bulan yang sama pada tahun 2016 yang berjumlah 901.09 ribu kunjungan wisawatan. Tentunya dalam hal ini efek ganda bagi perekonomian dengan adanya peningkatan kunjungan wisman, peningkatan Tingkat Penghunian Kamar (TPK) juga ikut meningkat dari 52,88 persen pada Maret 2016 menjadi 54,70 persen pada Maret 2017 atau terjadi peningkatan 1,82 persen dari tahun sebelumnya.
Tentunya meilhat hal ini, Indonesia masih menjadi tujuan utama detinasi wisatawan mancanegara untuk belibur. Senada dengan langkah kerja Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang salah satu fokus kerjanya membangun pariwisata syariah, hal ini dikarenakan minat wisatawan muslim dari berbagai negara terus meningkat dari setiap tahunnya dan menjadi potensi menambah cadangan devisa negara.
Namun rasanya hal in perlu dilakukan pengawasan dan penyeragaman langkah kerja pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, pasalnya sampai saat ini langkah trategis pemerintah pusat tidak disambut dengan kesiapan pemerintah daerah.
Indikator yang bisa dijadikan proyeksi atas hal tersebut adalah minimnya serapan angaran pedapatan dan belanja daerah. Tentunya Indonesia memiliki potensi besar atas local wisdom atau keindahan alam yang dapat memikat wisatawan asing, sayangnya beberapa daerah belum maksimal dalam menyerap anggaran daerah 2017. Seperti contoh daerah Bengkulu yang masih 20 persen, Papua Barat 16 persen, Aceh 33 persen, Banten 13 persen serta masih banyak daerah dengan serapan anggaran dana yang minim.
Rendahnya daya serap anggaran daerah tentunya akan berpengaruh untuk mejadikan Indonesia sebagai salah satu tujuan pariwisata dunia. Secara ideal dana tersebur seharusnya dapat dialokasikan atau diserap oleh sektor-sektor produktif seperti pariwisata, UMKM (industri kreatif), infrastuktur, sertap sektor lain demi pembangunan daerah tersebut.
Seperti dalam hal pembangunan objek pariwisata betaraf internasional tentunya pemerintah daerah harus mempersiapkan sarana penunjang seperti penginapan berbintang, industri oleh-oleh khas serta infrastruktur, hal ini menandakan ada efek ganda dalam mengembangkan sektor pariwisata yang secara langsung dampaknya akan dirasakan oleh pemerintah daerah ataupun pusat mulai dari pendapatan daerah, berkembangnya industri lokal dan hal lain yang bersngungan dengan dunia pariwisata.