Lihat ke Halaman Asli

Socialpreneur, Penting Ga Sich?!

Diperbarui: 24 Juni 2015   17:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

By Dian D. Ariandoko

Saat ini setengah penduduk Indonesia sudah bisa dikelompokkan dalam “new middle class menurut versi Bank Dunia (dengan GDP US$ 3.000). Dan di negarapun juga, termasuk Indonesia konsumsi new middle class inilah yang berhasil menghidupkan dinamika pasar domestik Indonesia. Dalam semua kategori, mereka sangat rajin belanja mulai dari makanan segar, FMCG, transportasi, hingga telekomunikasi.

Lihat saja, motor dan ponsel laku keras. Antrian membeli ponsel/gadget baru yang panjang mengular bukan lagi pemandangan aneh saat ini. Dan demand tertinggi gadget di dunia adalah pasar Indonesia.

Dan di tahun 2015 Bank Dunia meramalkan, Indonesia akan dihuni kaum kelas menengah ini  meningkat menjadi 150 juta jiwa dengan GDP di atas US$ 4.000.

Dalam pandangan saya, kaum new middle class ini adalah kaum di huni pengusaha-pengusaha muda baru yang idealis, strategis dan non opportunis. Pengusaha-pengusaha ini tidak mau korupsi dengan menggarap proyek-proyek pemerintah. Mereka merasa lebih baik produktif pada pasar non pemerintah. Ini akan menjadikan mereka lebih leluasa dan lebih sukses tanpa kongkalikong dengan pejabat korup.

Ini yang terasa sekali saat saya bertemu dengan mereka dan bisa menggali informasi tentang visi dan idealisme mereka. Dari obrolan kesana-kemari, saya merasakan energi luar biasa pada mereka. Bahkan mereka mempunyai komitmen yang tidak sekedar itu saja. Tapi kepedulian sosial tidak cukup hanya dalam rencana saja. Bahkan mereka sudah terjun ke bentuk aktifitas-aktifitas Social Responsibility, ruangyang seharusnya berada dalam tanggung jawab pemerintah, yang biasanya dijadikan lahan bisnis oleh oknum pemerintah. Oleh kaum yang sering kali dikonotasikan kaum kapitalis, mereka semakin menguatkan komitmen ini dengan membangun jaringan yang semakin luas dan kuat.

Menurut mereka entrepreuner bukanlah semua hal dipandang sebagai uang. Entrepreuner bukanlah kepentingan berwirausaha semata-mata untuk memperkaya diri sendiri, tapi juga untuk mensejahterakan orang lain, memberikan semua yang bermanfaat dan memberdayakan untuk orang lain di Indonesia. Kemudian munculah istilah SOCIALPRENEURS.

Kenyataannya kaum middle class memiliki energi kepedulian yang luar biasa. Energi kepedulian yang yang harus di akomodasi pada ruangan yang TEPAT. Bagaimanapun juga mereka membutuhkan ruang untuk itu. Selama terakomodasi dengan baik, maka kaum ini merasa eksistensinya benar-benar ada. Inspirasi dan kreatifitasnya tak akan pernah tumpul. Dirinya akan terus hidup, lewat karya-karya sosialnya yang nyata.

Simak saja lewat microblog twitter, uni Fahira Idris mengajak followernya untuk peduli di saat Jakarta mengalami musibah banjir. Lewat akun @fahiraidris dengan taggar #BantuBanjir, uni Fahira Idris mampu menjadikan twitter sarana informasi yang sangat efektif untuk koordinasi Posko Bantu Banjir Jakarta. Selesai #BantuBanjir, Putri dari seorang konglomerat dan politisi Fahmi Idris menggalang untuk penolakan terhadap penjualan minuman berakohol secara bebas.

Selain uni Fahira, ada juga mas Saptuari dengan @SedekahRombongannya yang sangat luar biasa. Gerakan socialpreneur mas Saptu ini berhasil mengumpulkan 7 milyar, membantu ratusan duafa dalam kondisi kritis penyakit kronis. Banyak lagi aktifis-aktifis hebat Socialpreneur ini.

Kembali menanyakan seperti judul tulisan saya diatas, “Socialpreneur, PentingGa Sich?!” Terlepas penting, ga penting. Kaum socialpreneurs ini sangat strategis, karena keberadaan mereka telah berhasil mengisi “tugas” yang seharusnya menjadi tugas pemerintah, untuk mensejahterakan masyarakat.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline