Lihat ke Halaman Asli

Menggugat Eksploitasi Kematian Robby untuk Kepentingan Kampanye Antirokok

Diperbarui: 26 September 2015   16:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Akhir-akhir ini anda akan sangat sering melihat sebuah iklan layanan masyarakat yang menggambarkan seorang ibu yang anaknya meninggal karena terkena kanker tenggorokan akibat rokok. “Rokok itu murah, tapi obatnya yang mahal” begitu kira-kira pernyataannya, yang kemudian ditutup dengan kalimat “Jangan sampai ada Robby-Robby yang lain”.

Hal pertama yang terfikirkan ketika melihat iklan itu adalah rasa duka yang mendalam kepada Robby Indra Wahyuda, seorang pemuda asal Samarinda, Kalimantan Timur, kelahiran 12 Oktober 1988. Salam duka juga tentunya kepada orang tua bagi kedua orang tua Robby.

Hal yang kedua adalah sebuah logika yang terbayangkan ketika seorang Robby yang meninggal karena terkena kanker tenggorokan karena rokok. Sebuah pertanyaan menggeliat, apakah benar Robby terkena kanker tenggorokan karena rokok? Karena dalam iklan tersebut dan iklan-iklan lainnya yang diproduksi oleh Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT), yang dipimpin oleh DR. Hakim Sarimuda Pohan, tak menyebutkan faktor lain penyebab dari Robby menderita kanker tenggorokan.

Jika benar seperti itu, maka tentunya ada 67 juta perokok di Indonesia yang secara bersamaan menderita penyakit kanker tenggorokan. Anda tak mungkin bisa membantah logika yang mengatakan hal tersebut. Karena Robby yang dicontohkan oleh Komnas PT menderita kanker tenggorokan sampai akhirnya meninggal karena rokok.

Hal ketiga adalah, kenapa seorang Dokter Hakim Sarimuda Pohan berani memvonis bahwa rokok adalah satu-satunya sebab Robby meninggal karena ia merokok. Apakah tidak ada faktor lain penyebabnya terkena kanker tenggorokan? Saya yakin ada, tak ada penyakit dengan faktor tunggal. Hanya saja demi kepentingan kampanye anti rokoknya, seorang Dokter dengan berani menafikan faktor-faktor lain penyebabnya, dan menggadaikan gelar ilmiahnya sebagai seorang Dokter semata untuk kepentingan kampanye anti rokok.

Lalu apa kabar dengan mantan Menteri Kesehatan, Alm. Endang Rahayu yang meninggal karena terkena penyakit kanker paru-paru? Apakah ia seorang perokok sehingga terkena penyakit itu, yang juga kerap digembar-gemborkan disebabkan oleh rokok. Kenapa Komnas PT tidak mau mengeksploitasi kematian Alm. Endang Rahayu? Karena ia menteri? Karena ia meninggal bukan karena rokok?

Sekedar informasi, Komnas PT pada bulan Desember 2009 senilai 81.250 USD untuk kampanye larangan sponsorship industri tembakau pada enam industri lainnya termasuk film dan musik di Indonesia serta identifikasi terhadap sejumlah industri hiburan yang membolehkan iklan kretek dan tembakau. Program dimulai sejak Desember 2009 hingga Januari 2011. ( Nilai dana jika dikurskan dengan 9000 rupiah = 731.250.000 (731,2 juta) rupiah).

Dana sebesar itu diterima oleh Komnas PT didapatkan oleh Michael Bloomberg, mantan walikota Newyok, Amerika dan juga salah seorang konglomerat dunia yang memang getol menggelontorkan uang untuk kampanye anti rokok. Belum diketahui, berapa besar dana yang tahun ini dikantongi oleh Komnas PT untuk kepentingan kampanye anti rokok.

Ya benar, obat itu memang mahal harganya. Apalagi jika sakit yang diderita adalah penyakit berat seperti kanker tenggorokan. Namun apakah ada obat yang murah harganya? Jika ada apakah kualitasnya benar-benar sama? Dan apakah seorang Dokter yang pada umumnya kaya raya itu mau memberikan obat yang murah bagi pasiennya? Karena perlu diketahui, bahwa seorang Doter mendapatkan prosentase uang dari setiap obat yang berhasil ia jual. Itu rahasia umum.

Sangat disayangkan memang, seorang Robby yang telah meninggal dunia dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu oleh sekelompok orang. Karena sebaiknya bukan dengan cara seperti itu mereka memberikan penghormatan kematian Robby. Sangat tidak etis dan tak menghormati orang yang telah tiada.

Jika memang ingin memerangi rokok, itu tentu hak mereka, tapi jalankanlah dengan kampanye-kampanye yang etis, bukan kampanye hitam yang mengeksploitasi kematian seseorang. Jika memang seorang Dokter itu diberikan gelar karena keilmihannya, maka beranikah mereka membuka rekam jejak kesehatan Robby ke publik dan mengatakan dengan jelas bahwa tak ada faktor lain penyebab kanket tenggorokan Robby selain karena rokok.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline