Lihat ke Halaman Asli

Membedah Visi - Misi Capres dan Cawapres

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13983333321895637568

Dalam Pemilihan Presiden (Pilpres), selain menilai dari kepribadian dan rekam jejak individu Capres & Cawapres, tentu juga lebih bijak jika dalam menentukan pilihan kita berdasarkan visi misi yang diusung oleh Capres & Cawapres. Saya akan mencoba membedah visi misi pasangan Capres & Cawapres. Untuk jumlah pasangan, saya akan membatasi pada pasangan Capres Prabowo Subianto dan Capres Joko Widodo (Jokowi). Ini karena, pasangan lain secara realistis hanya sebagai pelengkap hajatan demokrasi kali ini.

[caption id="attachment_321230" align="alignnone" width="312" caption="Ilustrasi Capres Cawapres 2014 (Afdhal)"][/caption]

Enam Program Aksi

Prabowo sebagai Capres dari Partai Gerindra jelas akan menggunakan enam program aksi milik Gerindra sebagai visi misinya. Visi misi tersebut ialah (i) membangun ekonomi yang kuat, berdaulat, adil, dan makmur, (ii) melaksanakan ekonomi kerakyatan, (iii) membangun kedaulatan pangan dan energi serta pengamanan sumberdaya air, (iv) meningkatkan kualitas pembangunan manusia Indonesia melalui program pendidikan, kesehatan, sosial dan budaya serta olahraga, (v) membangun infrastruktur dan menjaga kelestarian alam serta lingkungan hidup, dan (vi) membangun pemerintahan yang bebas korupsi, kuat, tegas, dan efektif.

Dari enam program aksi tersebut, visi misi yang terkait langsung dengan ekonomi dan bisa memberi dampak ke visi misi lainnya ada empat, yakni visi misi nomor 1, 2, 3, dan 5. Visi misi tersebut bagi mayoritas penduduk Indonesia memang terasa sangat seksi dan menarik, karena seperti memberikan banyak hal yang selama ini dibutuhkan oleh masyarakat. Namun bagi saya, secara objektif, visi misi tersebut bagus secara konsep, tetapi saya sangat khawatir visi misi tersebut hanya sebatas janji yang tidak dapat direalisasikan secara nyata ke depan.

Kekhawatiran saya ini berpijak pada beberapa pertimbangan. Enam visi misi tersebut dari sudut pandang APBN, lebih banyak di sisi pembelanjaan daripada sisi penerimaan. Dari sisi penerimaan, hanya ditonjolkan maksimalisasi penerimaan pajak, dari 12 persen PDB menjadi 16 persen PDB. Di luar itu, tidak dibahas sama sekali dan pada sisi yang lain mazab ekonomi yang dibawa Prabowo lebih cenderung ke sisi sosialis, di mana memberikan peran lebih banyak kepada negara untuk menjalankan aktivitas ekonomi, termasuk membatasi investasi asing di Indonesia, sehingga dengan konsep penonjolan sisi pembelanjaan, maka kurang seimbang dengan penerimaannya kelak.

Selain itu, konsep ekonomi yang dibawa oleh Prabowo cenderung sosialis dan diturunkan menjadi visi misi nomor satu yang berupa membangun ekomoni yang kuat, berdaulat, adil, dan makmur dengan salah satu tujuan akhir tercapainya pertumbuhan ekonomi sebesar 10 persen, hal ini secara realistis sulit terealisasi. Saat ini, dari sisi permintaan, kontribusi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terdiri dari tiga komponen, yakni (i) konsumsi, (ii) investasi, dan (iii) net ekspor, komponen yang paling besar memberikan kontribusi ialah ialah sektor konsumsi yang sekitar 55 persen. Investasi dan net ekspor masing - masing memberikan kontribusi sekitar 35 persen dan 10 persen.

Dengan trend yang ada seperti di atas, maka jika Prabowo ingin menaikkan pertumbuhan ekonomi menjadi 10 persen, maka yang bisa didorong ialah sektor konsumsi dan investasi. Pertanyaannya, bagaimana sektor konsumsi dan investasi bisa didorong lebih kencang dengan hanya mengandalkan peran negara? Secara realistis dan objektif, ini tentu hal yang relatif susah.

Saya coba uraikan secara sederhana, bagaimana sektor konsumsi dan investasi bekerja dan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi. Sektor konsumsi terdiri dari dua sumber utama, yakni konsumsi swasta (termasuk rumah tangga) dan pemerintah. Dari sisi persentase, konsumsi rumah tangga memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi. Konsumsi dalam konsep ini ialah konsumsi atau lebih spesifik ialah belanja yang kita lakukan setiap hari. Bagaimana caranya bagi kita untuk menaikkan belanja tiap hari? Ada beberapa cara, namun yang utama ialah ketika pendapatan kita naik. Bagaimana caranya untuk menaikkan pendapatan kita? Sebagai entrepreneur, saat penjualan kita naik dan sebagai pegawai, saat kinerja perusahaan tumbuh bagus atau kita pindah kerja karena tawaran gaji lebih tinggi. Bagaimana caranya, perusahaan tempat kita lebih memiliki kinerja lebih bagus atau kita bisa pindah kerja dengan tawaran gaji lebih tinggi? Ini semua bisa terjadi ketika ada investasi masuk. Hal inilah yang membentuk pertumbuhan ekonomi kita dan bekerja seperti siklus, yakni konsumsi dipengaruhi investasi dan investasi bisa terjadi karena didorong pertumbuhan konsumsi.

Pertanyaannya, bagaimana investasi bisa meningkat tajam dan memberikan dampak besar bagi pereknomian kita, jika investasi hanya mengandalkan sumber daya domestik, terutama dari pemerintah (negara) dan di sisi lain membatasi investasi dari luar negeri? Secara objektif dan realistis, jawabannya walaupun berat, saya harus mengatakan susah.

Ekonomi Berdikari

Sementara itu, Jokowi dan PDI-P secara resmi memang belum mengeluarkan visi misi secara detail. Namun, prinisp yang mereka bawa dan jadi pijakan ialah Trisakti, yakni (i) berdikari di bidang ekonomi, (ii) berdaulat di bidang politik, dan (iii) berkepribadian dalam budaya. Dari tiga komponen Trisakti ini, komponen nomor satu yang hanya terkait langsung dengan ekonomi. Berdikari secara ekonomi memiliki arti bahwa Indonesia dalam membuat kebijakan dan menjalankan aktivitas ekonominya tidak dipengaruhi oleh kepentingan lain, terutama asing. Atau dalam bahasa lain, kita secara independen menentukan arah ekonomi kita sendiri. Pemahaman yang seperti ini bisa berarti bahwa keterlibatan asing dihindari atau juga adanya kombinasi saling menguntungkan antara pelaku bisnis domestik dan juga asing.

Kita belum tahu apa yang dimaksud oleh Jokowi dan PDI-P terkait berdikari secara ekonomi. Namun, prinsip berdikari secara ekonomiPDI-P dapat ditelisik dari apa yang telah dilakukan oleh Jokowi. Jokowisaat menjabat Walikota di Solo dan Gubernur di Jakarta tidak membatasi adanya peran serta asing. Tetapi lebih bagaimana asing saat berinvestasi atau menjalankan bisnis di Indonesia harus benar - benar menaati aturan yang telah dibuat oleh pemerintah. Jika asing tidak mau menaati aturan, maka Jokowi tidak akan memaksa asing untuk tetap berinvestasi atau menjalankan bisnis di sini, bahkan seringkali justru menyuruh asing untuk mundur demi menghormati dan menegakkan aturan yang ada.

Berpijak pada apa yang telah dilakukan oleh Jokowi, maka kekhawatiran terhadap pembatasan investasi oleh asing tidak memiliki landasan yang kuat. Bahkan dengan apa yang telah dilakukan oleh Jokowi, maka terlihat tata kelola bisnis dan investasi di Indonesia sudah terlihat dengan tegas dan jelas, sehingga kekhawatiran adanya biaya transaksi yang sebelumnya menjadi momok bagi investor asing menjadi sirna.

Perlakuan untuk pelaku bisnis dan investor dalam negeri juga sama dengan asing dalam kepemimpinan Jokowi. Siapa taat ke aturan, silahkan berinvestasi dan siapa tidak taat kepada aturan sllahkan tidak berinvestasi. Dalam posisi ini, kalau kita merujuk kepada apa yang telah dilakukan oleh Jokowi, maka pelaku bisnis dan investor dengan pemerintah ialah partner yang saling mengisi dengan menghormati dan menaati aturan yang ada.

Cawapres Sebagai Solusi

Pemaparan di atas cenderung ke Partai dan Capres, sementara kalau berbicara tentang Pilpres, maka selalu ada Cawapres. Cawapres sekarang tentu sudah tidak relevan jika hanya menjadi pasangan pelengkap Capres saat Pilpres. Wapres harus bisa menjalankan peran bersama - sama dengan presiden, walaupun dalam praktiknya nanti sangat mungkin ada modifkasi praktik atas visi misi yang telah diusung sebelumnya seperti telah dijelaskan di atas. Mempertimbankan hal ini, maka saya akan coba menganalisa Cawapres yang bisa menjadi Solusi bagi Prabowo atau Jokowi.

Konsisten dengan pemikiran saya pada tulisan sebelumnya, hanya ada empat Cawapres yang menurut saya akan dipilih oleh Prabowo atau Jokowi, yakni (i) Jusuf Kalla, (ii) Mahfud MD, (iii) Hatta Rajasa, dan (iv) Dahlan Iskan.

Pertama, Jusuf Kalla. Jusuf Kalla saat di Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I bersama SBY telah terbukti dengan gesit melakukan berbagai teroboson di sektor riil. Namun, Jusuf Kalla menjadi Wapres tepat sepuluh tahun silam dan mau dipungkiri atau tidak, faktor usia akan menjadi kendala untuk bekerja segesit sepuluh tahun lalu.

Kedua, Mahfud MD. Mahfud MD tidak memiliki pengalaman langsung di bidang ekonomi, namun secara logika Mahfud bisa menggunakan kemampuannya untuk memastikan aktivitas ekonomi berjalan sesuai aturan. Selain itu, Mahfud dengan menggunakan logika yang ada bisa merevisi aturan yang ada dalam rangka memberikan manfaat bersama antara pemerintah dan pelaku bisnis atau investor dengan tujuan akhir menyejahterakan masyarakat.

Ketiga, Hatta Rajasa. Hatta dengan segala kelemahan yang dimilikinya, baik sebagai individu maupun sebagai bagian dari pemerintahan SBY, dalam lima tahun terakhir sudah membawa kemajuan pesat di bidang ekonomi dan memposisikan Indonesia sebagai salah satu dari 15 kekuatan ekonomi di dunia. Dengan mempertimbangan hal tersebut, maka Hatta bisa menjadi “praktisi” yang menurunkan visi misi capres untuk lebih membumi.

Keempat, Dahlan Iskan. Dahlan dengan pengalaman panjang sebagai pengusaha, maka dia berpikiran realistis dan pragmatis untuk kegiatan ekonomi di Indonesia. Dalam menjabat sebagai Menteri BUMN, beberapa terobosan sudah dilakukan, namun tidak sedikit juga kritik yang dilayangkan ke Dahlan, terutama hal - hal positif kecil yang sengaja dicitrakan menjadi pemberitaan besar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline