Lihat ke Halaman Asli

Tikus-tikus Berdasi di Kerajaan Banten

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada era saat ini tidak asing lagi dengan kata tikus, pasti tikus-tikus ini dikaitkan dengan korupsi, koruptor dan suatu kekuasaan.

Korupsi?

Siapa yang tidak mengenala kata korupsi?

Semua orang pasti mengetahui apa itu korupsi. Korupsi bis terjadi disemua kalangan, baik itu kalangan bawah, menengah bahkan pejabat sekalipun. Bahkan ada istilah “musang sudah tak lagi berbulu domba, tapi sudah berjas hitam bahkan ada juga yang menggunakan batik.

Korupsi?

Khususnya di provinsi banten , sedang marak-maraknya masalah korupsi, dibawah kekuasaan Gubernur Atut. Korupsi yang melibatkan semua anggota  keluarganya. Bukan tidak tahu hukum, tidak berpendidikan dan tidak mengerti hukum. Tapi mereka yang tahu, berpendidikan dan mengerti hukum yang melakukan hal yang dilarang itu. Hal yang membuat semuanya dirugikan.

Banten menjadi sorotan dimata dunia, bukan karena kebaikannya, melaikan sebaliknya. Banten terkenal karena keburukannya yaitu korupsi.

Mungkin semua orang pernah melakukan korupsi, contoh kecil korupsi waktu. Kenapa dikatakan seperti itu?

Contoh masuk kelas pukul 8.00 tapi kenyataannya masih banyak yang telat,  Ada yang masuk dari jam 8 lewat. Bukankah itu termasuk korupsi dalam hal kecil??

Seharusnya kita belajar dari hal kecil terlebih dahulu.

Banyak para ahli menegemukakan pendapatnya tentang masalah korupsi ini. Pada dasarnya, ada yang pro dan adapula yang kontra. Akan tetapi walau bagaimanapun korupsi ini merugikan negara dan dapat merusak sendi-sendi kebersamaan bangsa. Pada hakekatnya, korupsi adalah “benalu sosial” yang merusak struktur pemerintahan, dan menjadi penghambat utama terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan pada umumnya.

Korupsi adalah produk sikap hidup suatu kelompok masyarakat yang memakai uang sebagai standar kebenaran dan sebagai kekuasaan mutlak. Sebagai akibatnya, kaum koruptor yang kaya raya dan kaum politisi korup yang berkelebihan uang bisa masuk kedalam golongan elit yang berkuasa dan sangat dihormati. Mereka ini juga akan menduduki status sosial di mata masyarakat.



Korupsi adalah mengambil uang yang bukan haknya. Bisa dikatakan korupsi = mencuri. Hanya saja, pencuri mungkin lebih terhormat, karena mereka melakukannya karena lapar dan terpaksa. Akan tetapi, seorang koruptor melakukannya karena serakah, tamak dan sengaja melawan hukum.

Kasus korupsi yang terjadi dibanten seolah tak ada habisnya. Persoalan ini semakin meluas, bahakan KPK mengkategorikan korupsi yang terjadi dibanten adalah kejahatan keluarga. Sebut saja Gubernur Banten (Ratu Atut Chosiyah) adik atut (Tubagus Chaeri Wardana).

Banten ?

Semenjak banten menjadiprovinsi, korupsi semakin tinggi dan penegakkan hukumnya sangat lemah. Banten berada diurutan ke-15 sebagai provinsi terkorup diindonesia.

Dalam prakteknya, korupsi sangat sukar bahkan hampir tidak mungkin dapat diberantas, oleh karena sangat sulit memberikan pembuktian-pembuktian yang eksak. Disamping itu sangat sulit mendeteksinya dengan dasar-dasar hukum yang pasti. Namun akses perbuatan korupsi merupakan bahaya latent yang harus diwaspadai baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat itu sendiri.

Korupsi yang kini terjadi pada gubernur kita, orang no 1 dibanten. Jangan salahkan rakyat banten yang kini kekurangan ini itu, semua itu  diakibatkan oleh para pemimmpinnya yang serakah.

Andai saja korupsi itu tidak ada, para koruptor dimusnahkan mungkin tidak ada pencuri yang berkeliaran.

Seharusnya para penegak hukum memberikan sanksi yang setimpal untuk para koruptor. Jangan biarkan para korup yang berdasi itu berkeliaran begitu saja, bahkan ada yang berfikir “mencuri ayam saja dipenjara tapi yang mencuri uang rakyat malah dibela”.

Mau jadi apa negara kita, kalau para koruptor dibiarkan berkeliaran??

Korupsi tidak dapat dibiarkan berjalan begitu saja kalau suatu negara ingin mencapai tujuannya, karena kalau dibiarkan secara terus menerus, maka akan terbiasa dan menjadi subur dan akan menimbulkan sikap mental pejabat yang selalu mencari jalan pintas yang mudah dan menghalalkan segala cara (the end justifies the means).

Korupsi tidak akan pernah bisa d hapus, ini terjadi karena korupsi adalah penyakit bawaan dari sebuah kekuasaan.

Korupsi  ’ patah tumbuh hilang berganti’

Korupsi dilakuakan karena motif dan ukuran,

Kerajaan banten, seperti sebuah dongeng. Yang menceritakan sebuah kekuasaan yang dipimpin oleh seorang ratu. Ratu Atut Chosiyah. Seorang ratu yang tamak, rakus dan haus akan kekayaan. Seorang ratu yang memperkaya dirinya dan seluruh anggota keluaraganya tanpa memikirkan rakyatnya.

Bagaikan langit dan bumi.

Sungguh ironi keadaan pemerintahan dibanten, pemimpinnya makin kaya sedangkan rakyatnya semakin miskin dan semakin miskin. Tidak dapat dipungkiri, bahwa semua para pejabat yang ada dibanten hanya memperkaya dirinya sendiri.

Itu diakibatkan karena banten dipegang oleh orang yang salah, tidak berjalannya pembangunan selama 10 tahun banten menjadi provinsi, karena banyaknya penyelewengan kebijakan dan tindakan koruptif. Fakta hukum MK pembatalan SK KPU di dua wilayah, yakni kabupaten pandeglang dan kota tanggerang selatanmerupakan salah satu pembuktian, dominasi dan penyalahgunaan wewenang/kebijakan yang dilakukan dinasti Atut Chosiyah. Banyak juga penyelewengan anggaran baik yang bersumber dari APBD di dua wilayah bermasalah itu juga APBD banten.

Kita sebagai rakyat tidak bisa membiarkan masalah ini berlarut-larut. Kita harus musnahkan tikus-tikus yang berdasi itu, tiukus-tikus yang hanya membuat kita menderita karena ulah mereka. Kebenaran harus di tegakkan, tidak mungkin kita hanya menjadi penonton saja tanpa melakukan apapun. Persoalan ini harus bisa dihilangkan.

Apakah ada solusi untuk masalah ini?

Sebenarnya tidak ada solusi atas persoalan korupsi, namun dapat di cegah. Semua tergantung niat dan dimulai dari diri masing-masing meskipun banyak godaan. Kesadaran hukum dalam hati individu yang harus ditingkatkan serta pola hidup yang konsumtif, tamak dan rakus yang harus bisa dihilangkan.

Dari aspek agama pun menjadi pengaruh  untuk seseorang melakukan korupsi. Kurangnya ajaran agama yang dimiliki, sehingaa seseorang itu tanpa pikir panjang lagi melakukan hal tersebut. Dan didukung dengan tidak adanya pemimpin yang teladan yang mempunyai niat yang baik.

Dalam aspek Undang-undang juga mempengaruhi, dengan tidak efektifnya MA dan MK, serta hukum yang ringan bagi pelaku korupsi. Sehingga mereka yang melakukannya tidak merasa takut dengan apa yang mereka lakukan.

*Penulis adalah mahasiswa semester satu ilmu komunikasi FISIP-UNTIRTA

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline