Lihat ke Halaman Asli

Maheswari Ariska Abhinaya

Penulis di Rahma.id, omong omong.com dengan tema parenting, dan juga penulis beberapa buku antologi, mahasiswi psikologi di salah satu universitas swasta,

Keunikan Bahasa Palembang Bagi Warga Pendatang

Diperbarui: 26 Februari 2024   20:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Palembang. Sumber ilustrasi: SHUTTERSTOCK via KOMPAS.com/Ryan Zulqudsie

Palembang adalah salah satu kota di Sumatra Selatan yang memiliki jembatan khas berwarna merah yang dikenal dengan jembatan Ampera. Selain itu juga kota ini dikenal dengan makanan khasnya yaitu pempek kapal selam.

Awal tahun 2022 saya merantau ke kota Palembang. Tujuan saya merantau adalah untuk melanjutkan pendidikan saya yang sudah saya mulai sejak masa covid.

Ya, saya tau pasti setiap daerah memiliki bahsanya masing-masing yang menjadi bahasa Ibu bagi warga lokal. Bahasa tersebut juga terkadang dianggap kasar oleh beberapa warga pendatang karena pengucapan atau volume berbicara yang cukup kencang.

Padahal saya yakin warga lokal memiliki alasan tertentu mengapa ketika mereka berbicara menggunakan suara yang kencang.  yaaa...  meskipun berbicara dengan suara kencang terkadang membuat orang yang belum  biasa mendengarnya merasa terkejut, atau bahkan takut.

Beberapa orang tentu saja akan merasa takut, terutama bagi warga pendatang. Kita biasa mendengar orang berbicara dengan suara yang cukup lembut dan dengan volume yang tidak terlalu besar.

Padahal yang sebenarnya terjadi itu bisa jadi berbicara dengan volume yang besar adalah suatu kebiasaan warga lokal yang turun temurun, dan lestari hingga saat ini.

Mungkin terdapat beberapa alasan lain yang menyebabkan mereka berbicara dengan volume yang cukup kencang. Diantaranya adalah sebagai berikut:

Hal yang pertama bisa saja kebiasaan mereka sejak kecil yang dapat tercipta dari orang terdahulu atau yang biasa kita kenal dengan nenek moyang.

Kemudian jika kita melihat kilas balik pada penduduk Palembang yang tinggal di tepian sungai atau bahkan tinggal di rumah apung yang memiliki jarak antar rumah tidaklah terlalu jauh.

 Sehingga itu juga menjadi salah satu kemungkinan yang menyebabkan mereka berbicara dengan orang lain di rumah yang jaraknya tidak terlalu jauh dengan volume yang tinggi sehingga menghemat waktu untuk tidak berjalan ke rumah tersebut.

Beberapa dari mereka juga terbiasa ketika berpapasan dengan teman atau sanak saudara mereka akan menyapa, meskipun itu di tempat ramai mereka akan tetap menyapa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline