Lihat ke Halaman Asli

mad yusup

menggemari nulis, membaca, serta menggambar

Ikan Kota

Diperbarui: 9 Juni 2023   00:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi Pribadi: nelayan melaut

Entah ini kunjungan atau liburan yang ke berapa kali ke tempat paling ujung di selatan Sukabumi itu. Yang pantainya menghadap Samudera Hindia: Ujung Genteng. 

Dengan waktu tempuh perjalanan kurang lebih tujuh jam dari Kota Bogor, karena diselingi dengan dua kali istirahat (untuk makan siang dan ngopi sambil lesehan di bale-bale warung pinggir jalan).

Liburan ke Ujung Genteng ini tentu saja tak sekedar main selancar (surfing) bagi teman bule Ausie saya yang rutin melancong ke sini  -selain ke Bali tentunya- namun juga melepas penat dari rutinitas sembari menikmati sunset yang tak kalah indahnya dengan sunset di pantai Kuta, Bali.

Dan yang lebih nikmat dari semuanya itu adalah menyantap ikan bakar saat makan malam di pinggir pantai di warung langganan kami. Warung sederhana yang selalu menyajikan ikan-ikan segar hasil tangkapan para nelayan, pemancing, dan juga dari pasar lelang ikan yang tak jauh letaknya.

Meski hanya dibumbui kecap manis dengan racikan bawang merah mentah, cabe rawit, dan tomat seperti yang biasa ditemui bila menikmati sate kambing-nya khas Tegal, tapi cukup membuat lidah tak bosan untuk terus melahap empuknya daging dari ikan-ikan yang dibakar. 

Mulai dari ikan barakuda, tuna, kuwe, tenggiri, dan lain-lain. Yang sebenarnya sebagian besar dari kami tak hafal dengan ikan-ikan yang disajikan itu. Hanya percaya saja apa yang dijelaskan si pedagang langganan.

Seperti di malam pertama ketika datang, sehabis mandi kami pun bersiap-siap untuk makan malam. Dengan menu spesial ikan bakar. Meja hampir penuh dengan piring besar berisi ikan-ikan dengan berbagai ukuran. 

Ada pula yang secara khusus dibelah-belah seukuran tahu goreng. Berikut bumbu kecapnya yang sederhana itu. Jangan disebut bagaimana lahapnya kami makan sajian yang jarang dinikmati di rumah.

Usai santap malam, ditutup dengan menikmati kopi panas di tengah deburan ombak di keheningan malam. Ya, benar-benar hening karena masing-masing sudah tenggelam dengan HP-nya. 

Saya sendiri memilih duduk di bangku pojok dekat jalan yang menjadi tempat 'nongkrongnya' sang pedagang langganan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline