Lihat ke Halaman Asli

Madina VideaSuksmono

Universitas Airlangga

Pelecehan Seksual Bukan Salah Korban

Diperbarui: 5 Juli 2022   18:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kasus pemerkosaan dan pelecehan seksual sudah bukan lagi menjadi hal yang asing di telinga masyarakat. Maraknya kasus pelecehan seksual yang terjadi di ruang publik maupun non publik telah membuat masyarakat dituntut untuk lebih berhati-hati dalam menjaga diri, khususnya bagi kelompok perempuan yang seringkali menjadi sasaran dalam kasus pelecehan seksual.

Di lingkungan masyarakat, perempuan dituntut untuk menjaga diri dengan menggunakan pakaian yang lebih tertutup, menghindari tempat yang sepi, tidak berpergian pada saat malam hari, dan berbagai upaya lain yang seringkali dianggap dapat meminimalisir terjadinya pelecehan seksual.

Ketika mendengar kasus pelecehan seksual yang terjadi pada perempuan, sebagian besar respon masyarakat seolah-olah mengabaikan tindakan bejat pelaku dan justru berfokus terhadap mengapa pelecehan seksual itu terjadi. Alih-alih menenangkan keadaan korban, masyarakat justru seringkali menyudutkan korban dengan mempertanyakan pakaian seperti apa yang dikenakan korban, kenapa korban tidak melawan pada saat kejadian, dan pertanyaan-pertanyaan lain yang tidak menunjukkan rasa empati terhadap korban. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat masih menganggap kasus pelecehan seksual terjadi karena kesalahan korban yang tidak mampu menjaga dirinya sendiri.

Ironisnya, tindakan pelaku pelecehan seksual yang didominasi oleh kelompok laki-laki justru seringkali dinormalisasikan. Tidak sedikit orang yang mewajarkan tindakan pelaku dengan memberikan pembelaan bahwa laki-laki memiliki hawa nafsu yang tinggi sehingga wajar jika mereka melecehkan korban karena memakai pakaian yang terbuka. Padahal, mayoritas korban yang mengalami pelecehan seksual justru mengenakan pakaian tertutup. Hal ini didasari oleh Survei Ruang Publik pada tahun 2018 yang menunjukkan bahwa sebanyak 18% kasus pelecehan seksual terjadi pada mereka yang mengenakan rok dan celana panjang, 17% pada mereka yang mengenakan hijab dan 16% pada mereka yang mengenakan baju lengan panjang. Hasil survei ini juga menunjukkan bahwa mayoritas korban mengalami pelecehan seksual pada siang hari sebanyak 35% dan sore hari sebanyak 25%. Data ini jelas menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi antara pakaian korban maupun kondisi waktu dan tempat dengan terjadinya kasus pelecehan seksual.

Sejatinya, setiap manusia memiliki kemampuan untuk mengontrol tindakannya. Pelaku kekerasan seksual pastinya dapat berpikir sebelum bertindak, tetapi mereka lebih memilih untuk memuaskan hasrat dengan cara yang sangat merugikan orang lain. Oleh karena itu, rasanya sungguh tidak adil jika hanya korban yang harus berhati-hati dalam menjaga diri sedangkan pelaku tidak diajarkan untuk bertanggung jawab dalam mengontrol tindakannya.

Kita perlu mengingat bahwa pelecehan seksual dapat terjadi di mana saja dan kapan saja atas dasar keinginan pelaku. Sebaik apapun seseorang berusaha menjaga dirinya, jika pelaku sudah memiliki niat jahat, maka pelecehan seksual bisa saja terjadi. Menyalahkan korban sama sekali bukanlah hal yang benar untuk dilakukan mengingat betapa beratnya dampak psikologis dan trauma yang harus dipikul dari kejadian buruk yang telah menimpanya. Pelecehan seksual adalah murni salah pelaku, bukan korban.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline