Penulis : Made Virgie A, Syifa Chusnul K.
Kembar buncing atau kembar sepasang laki-laki dan perempuan yang tumbuh dan lahir melalui janin yang sama merupakan hal biasa bagi society kita di kota metropolitan atau di dunia urban.
Namun, berbeda hal nya dengan yang terjadi di Bali. Kelahiran kembar buncing merupakan suatu fenomena disana, dimana masyarakat Bali percaya bahwa kelahiran kembar buncing di suatu desa dipercaya dapat membawa malapetaka, sehingga keluarga yang melahirkan bayi kembar buncing harus melalui beberapa upacara adat yang dipercaya sehingga dapat kembali suci dan diterima kembali di desanya.
Namun saat ini, kepercayaan atau mitos tersebut sudah tidak dilanjutkan lagi, meskipun telah tertuang pada kitab lontar yang terbilang sakral. hal yang membuat tradisi tersebut tidak dilakukan lagi ialah karena terdapat salah satu dari rangkaian tradisi penyuciannya dilakukan dengan mengasingkan mereka di suatu tempat yang jauh dari kehidupan dan dilakukan selama tiga bulan mati, serta dampak ketidak senjangan sosial yang terjadi di lingkungan membuat kehidupan sosial di daerah Bali menjadi mengatas-namakan kasta, dan membawa pengaruh yang kurang baik.
Dalam catatan sejarah utamanya sejarah lisan yang berada di daerah sekitar Dause, Kintamani, Bangli itu di daerah tempat kelahiran anak itu di masa lalu, itu di asumsikan oleh masyarakat anak dari Kang Ching Whi.
Kang Ching Whi itu adalah seorang putri yang sangat cantik yang dinikahi sebagai istri kedua oleh Jaya Pangus, sementara sebelumnya dia juga sudah punya satu istri yang sangat cantik juga yang bertempat tinggal di Songan itu di sebut Dewi Danuh sementara Kang Ching Whi bertempat tinggal di Dalem Bali Kang.
Pernikahan dia inililah pernikahan Jaya Pangus dan Kang Cin Wi ini melahirkan seorang anak Kembar Buncing, yaitu dalam sejarah atau tradisi di Bali di kenal dengan Raja Masula dan Masuli. Raja Masula -- Masuli itu di panjakkan di tepatkan yang Masula itu adalah laki-laki karena dia bermarga Ma sedangkan Masuli adalah yang putri.
Jadi Masula -- Masuli itu adalah anak Kembar Buncing yaitu hasil pernikahan dari Jaya Pangus dengan Kang Ching Whi. Kang Ching Whi ini adalah anak dari seorang saudagar kaya yang bertempat tinggal di Pegojongan di daerah Kretek Timur, itu adalah daerah bawah dari Pingan. Karena Kang Ching Whi pada saat itu adalah anak dari sodagar piring yang bernama Ping An, Ping An inilah yang menjadi asal usul pendirian daerah Pingan yaitu daerah dekat Pura Panulisan.
Disitulah dia menjual pingan atau piring sutra di Bali itu yang bernama pingan nama yang di ambil dari kata Ping An. Si Kang Ching Whi inilah adalah seorang putri yang sangat cantik yang mengakibatkan Raja Bali Aga pada waktu itu adalah tergila gila, walaupun penasehat kerajaan sudah melarang menikahi Kang Ching Whi karena dianggap menikahi putri bukan dari keturunan beragama Hindu tetapi dia adalah keturunan seorang yang beragama Budha.
Tetapi tetap saja Jaya Pangus menikahi walaupun akhirnya banyak persoalaan yang ada sehingga dia untuk melakukan negoisasi dengan desa-desa tua yang dulu bagian dari pemerintahannya itu memberikan kebebasan -- kebebasan kepada benua-benua yang ada di seluruh Bali.
Dengan demikian kelahiran anak yang bernama Masula -- Masuli ini adalah dianggap istimewa, dianggap Raja turun kedunia Lanang Wadon (Laki dan Perempuan) oleh karena itu dianggap istimewa. Tetapi dalam perjalanan sejarah orang Kembar Buncing itu ternyata selanjutnya banayak sekali orang-orang yang melahirkan anak Kembar Buncing.