Lihat ke Halaman Asli

little fufu

Pembelajar aktif

Mengganti Frame "It's Okay Not To be Okay"

Diperbarui: 5 Oktober 2020   12:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

fiverr.com

"Akhir-akhir ini kok kita semakin cengeng ya, dalam menghadapi persoalan hidup. Mudah galau, gampang nangis, dan frustasi. Iya tahu manusiawi, tapi kalau begitu terus kapan masalahnya selesai?"

(Harun Tsaqif)

Kutipan di atas adalah kutipan yang berhasil memberhentikan gerak laju jari jempol saya untuk scrolling salah satu akun sosial media yang saya miliki. Mengapa demikian? Tentu saja karena isi konten yang mampu menarik perhatian. 

Sejak awal, akun tersebut memberikan berbagai macam sudut pandang tentang kehidupan, percintaan, dan lain sebagainya dan saya terlanjur dibuat jatuh hati dengan kata-kata yang dirangkainya. 

Postingan tersebut, lagi-lagi mengantarkan saya untuk berbicara dengan diri sendiri (Self-talk). Seakan-akan menegur diri sendiri yang terlalu mentoleransi masalah dengan embel-embel, "It's okay not to be okay" yang berujung pada keterlenaan.

Postingan tersebut membuat saya tenggelam dalam lamunan, seakan-akan otak memperlihatkan kembali masalah-masalah yang pernah saya lalui sampai detik itu. 

Dari lamunan tersebut, membuat saya sadar bahwa, masalah harus dihadapi. Apabila masalah dianalogikan dengan jalan bebatuan yang berada di tengah jalan aspal, maka untuk menemukan jalan aspal kita harus melewati jalan bebatuan tersebut. 

Lalu, bagaimana jika kita berserah tanpa mengeluarkan effort apapun untuk melaluinya? Tentu saja resiko yang akan kita temui adalah kita akan stuck dalam kondisi tersebut. 

Tidak ada yang namanya perpindahan, tentu saja kita akan tetap di jalan bebatuan tersebut. Dengan hanya meratapi nasib tanpa menghadapinya, seakan-akan kita mengizinkan pada diri sendiri untuk terus berlarut-larut dalam masalah tersebut dan enggan untuk melaju kedepan.

"Kalau kita sedang tidak baik-baik saja, jangan it's okay not to be okay. Segera cari apa akar masalahnya, dimana letak ngga beres yang ada di dalam diri kita. Khawatirnya, kita justru menikmati "not to be okay" dan menjadi orang pesakitan"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline