"NTT membutuhkan investasi besar di semua sektor ekonominya, dan investasi yang akan membuahkan hasil terbesar adalah meningkatkan pendidikan di berbagai jenjang."
Memiliki kelainan fisik dan menjadi berbeda seorang diri di antara ratusan anak, sama sekali tidak membunuh semangatnya untuk mengenyam pendidikan di bangku Sekolah Menengah Atas.
Namanya Debi Bansole, lahir sebagai putri tunggal pasangan petani lahan kering Levinus Bansole dan Yosina Baok. Debi adalah anak ke-4 dari 5 bersaudara. Tiga dari empat saudara laki-lakinya sudah berkeluarga, sementara adik bungsunya masih duduk di kelas V SD.
Gadis kelahiran 19 Februari 2005 ini telahir dengan kelainan genetik dengan ukuran tubuh yang kerdil (dwarfisme). Semua saudaranya memiliki ukuran tubuh normal. Hingga menapaki usia 14 tahun, tinggi badan Debi mencapai 98cm dan berat 11 kg.
Debi saat ini terdaftar sebagai siswi kelas X pada SMA Negeri Kualin, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS)-- Nusa Tenggara Timur. Putri mungil ini terpaksa mendaftar di sekolah umum karena satu-satunya Sekolah Luar Biasa (SLB) berada di Kota Soe - ibu kota Kabupaten, 90an km dari desa Nunusunu, Kecamatan Kualin, Kabupaten TTS-NTT, tempat tinggal Debi sekeluarga.
Perjalanan sekolah Debi sejak jenjang SD hingga SMA penuh perjuangan. Ia punya pengalaman ditolak mendaftar di SD karena postur badannya terlalu kecil. Kemudian saat SMP, Debi harus menempuh jarak 14 km berjalan kaki pergi pulang ke sekolah setiap hari.
Sampai SMA pun, gadis yang ingin menjadi penyanyi ini mesti mendaftar di SMA yang berjarak 10km dari rumahnya. Ia akhirnya memilih untuk menempati asrama sekolah yang disiapkan untuk siswa.
Ketekunananya bersekolah dilatari oleh kenyataan kehidupan keluarganya. Kedua orangtuanya hanyalah tamatan SD, ketiga abangnya malah drop out di bangku SD. Fakta itu menjadi pelecut semangat Debi untuk bersekolah setinggi-tingginya. Penyuka pelajaran Bahasa Indonesia ini bertekad untuk mengubah nasib keluarganya dengan ilmu pengetahuan sebagai pintu masuknya.
Berpegang teguh pada pesan ibunda ketika mendaftar di SMA. "mama pesan saat mendaftar agar sekolah baik-baik supaya balas mama dan bapak punya keletihan", kata Debi mengulangi ucapan mamanya.
Dengan pesan mamanya ini, Debi patut berbangga. Ia kini menjadi satu-satunya anggota keluarga, seorang anak perempuan dengan kelainan fisik yang mampu mengenyam pendidikan hingga jenjang sekolah menengah atas.