Thinking out of the box. Prinsip ini benar-benar dianut Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat. Visi kepemimpinannya penuh gebrakan, enerjik dan tidak normatif. Gebrakan terbarunya adalah mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 56 Tahun 2018 tentang Penerapan Hari Berbahasa Inggris (English Day) di Nusa Tenggara Timur.
Tujuan penerapan Pergub ini adalah pertama, menjadikan Bahasa Inggris sebagai salah satu media komunikasi dalam aktivitas perkantoran, maupun kehidupan sehari-hari di seluruh wilayah NTT.
Kedua, meningkatkan kompetensi Bahasa Inggris para Aparatur Sipil Negara (ASN), karyawan swasta dan seluruh komponen masyarakat NTT.
Ketiga, menyiapkan sumber daya manusia NTT yang cakap dalam menggunakan Bahasa Inggris untuk berkomunikasi.
Tidak main-main, Pergub juga memberi peluang bagi perangkat daerah/lembaga untuk mengalokasikan anggaran dalam rangka peningkatan keterampilan berbahasa Inggris. Khusus bagi desa-desa wisata, para pihak terkait diwajibkan mensosialisasikan penggunaan Bahasa Inggris dalam aktivitas kerja.
Pergub ini mulai efektif berlaku Rabu 30 Januari 2018. Dasar pijakan pemberlakuan Pergub ini tidak terlepas dari potensi pariwisata NTT yang terus menunjukan tren pertumbuhan yang positif.
Di Labuan Bajo misalnya, Balai Taman Nasional Komodo mencatat jumlah pengunjung wisatawan sepanjang Januari-Oktober 2018 mencapai 126.599 orang. Dari jumlah itu, 82.542 di antaranya adalah turis asing dan wisatawan domestik sebanyak 44.057 orang (www.republika.co.id).
Namun demikian, karena Pergub ini menyasar semua kalangan, tidak hanya para pihak yang berhubungan dengan layanan kepariwisataan, maka tantangan pelaksanaannya juga menjadi sangat besar.
Mempelajari Bahasa Inggris sebagai bahasa asing bukan perkara mudah. Butuh waktu kemauan dan terutama minat. Pertama soal waktu. Para pelajar Indonesia mempelajari Bahasa Inggris setidaknya 6-8 tahun terhitung sejak SMP hingga Perguruan Tinggi.
Dengan durasi selama itu, idealnya mereka rata-rata bisa menggunakan Bahasa Inggris. Faktanya jauh dari itu. Lulusan SMA sederajat, atau sarjana S1 sekalipun, umumnya belum menguasai Bahasa Inggris dan memakainya untuk berkomunikasi.
Kedua, tentang kemauan dan minat. Setiap bahasa memiliki keunikan masing-masing. Secara struktur, morfologi dan aspek fonologi, Bahasa Indonesia memang jauh berbeda dengan Bahasa Inggris.