Lihat ke Halaman Asli

Debat TV Cagub DKI: Foke-Nara Banyak Lakukan Kesalahan Sendiri

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Debat Cagub DKI di sebuah stasiun televisi, malam pukul 19.00 kemarin (16/9), benar-benar menarik. Kalau saya tidak salah, ini kali pertama mereka bertemu. Sebelumnya, kedua calon tak hadir dalam acara yang sama, saat sebelum Pilkada.

Secara obyektif, saya menilai Jokowi-Ahok tampil lebih baik. Hanya sedikit kesalahan yang mereka lakukan. Pertanyaan-pertanyaan moderator, mereka jawab dengan sempurna. Tampil lebih santai, tidak tegang, banyak senyum, dan percaya diri.

Berbeda dengan Foke-Nara, terkesan terlampau serius, emosional, dan monoton ― jadi terasa membosankan. Tak ada hal baru yang mereka sampaikan. Terlihat sekali, mereka begitu kelelahan dan tak mempersiapkan acara debat ini dengan lebih baik (meremehkan lawan).

Foke-Nara banyak membuat kesalahan yang seharusnya tidak perlu, terperosok dalam lubang yang mereka buat sendiri, dan tidak kreatif dalam membuat argumentasi. Antara lain:


  1. Foke mengolok Jokowi hanya bisa beretorika. Ini jadi blunder ketika Jokowi balik menuduh Fokelah yang beretorika. Wajar bila Jokowi cuma beretorika karena dia belum pernah menjabat. Sementara, Foke terbukti belum bisa mewujudkan apa yang dulu pernah dia janjikan.
  2. Saat mendapatkan kesempatan pertama, Nara menyapa Ahok, dengan gaya dan logat Tionghoa, “Haiiyaaa Ahok....” Hal yang seharusnya tak boleh dia lakukan. Bukankah mereka berempat adalah sama-sama Warga Negara Indonesia. Apa yang Nara lakukan seolah-olah ingin mendiskreditkan ras Ahok sebagai seorang warga keturunan. Ini tidak mendidik!
  3. Foke menegur Ahok dengan emosional, penuh kemarahan, “Ente boleh kurang ajar sama Nara, tapi jangan berani kurang ajar sama saya...” Kata ‘kurang ajar’ adalah bahasa yang tak pantas diucapkan oleh seorang intelektual. Apalagi dalam sebuah acara yang disaksikan oleh jutaan pemirsa tanah air. Rupanya, dia tersinggung saat Ahok menganalogikan dirinya sebagai pemain bola. Saat tak ada pemain bagus di Jakarta, dia dikirim dari kesebelasan kampung untuk bergabung di Timnas. Itu jauh lebih baik daripada mendatangkan pemain dari luar negeri (mungkin yang dia maksud adalah Fauzi Bowo yang lulusan Jerman).
  4. Klain Foke-Nara bahwa uang segunung tak kan membuat DKI berubah dalam sekejap, bias dimaknai sebagai sikap pesimistis, yang seharusnya tak dia tampakkan dalam masa kampanye.

Dalam sesi terakhir, saat kandidat diminta membuat sebuah pertanyaan, Foke tak mampu membuat sesuatu yang baru. Pertanyaannya mudah ditebak, sekaligus mudah dijawab. Jokowi bahkan terlihat kaget, tak menyangka bakal mendapat pertanyaan yang sedemikian mudahnya. Pertanyaan yang selalu dilontarkan presenter dalam setiap wawancara tv. Lucunya, Nara juga mengajukan sebuah pertanyaan yang sama pad Ahok.

Pukulan telak Jokowi terjadi pada saat dia memberikan kesimpulan akhir, “Pak Fauzi pernah menduduki jabatan Sekda, 2 kali Wagub, dan sekali sebagai gubernur.. Seharusnya, dia bisa bekerja lebih baik karena sarat dengan pengalaman. Namun, dia hanya berhasil membuat rencana-rencana saja. Dan itulah kelebihan yang dia miliki.”

Seharusnya, dalam kesempatan itu Foke-Nara bisa menampilkan diri terbaiknya. Bukan hanya selalu mengunggulkan dukungan dari banyak pihak.

Dalam acara debat itu, Jokowi-Ahok muncul sebagai pemenang. Bukan lantaran dia hebat. Namun, karena Foke-Nara banyak membuat kesalahan sendiri.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline