Lihat ke Halaman Asli

Istri Bekerja, Suami Tertekan

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Seiring kesetaraan gender dan kerasnya kehidupan mencapai sukses finansial , terkadang membuat hubungan suami istri jadi tidak harmonis. Apalagi jika suami hanya kerja serabutan alias penghasilan tidak menentu.

Awalnya istri hanya ingin membantu, justru menjadi penopang keluarga. Lambat laun istri mulai berubah ,sering marah, nyelekit, uring uringan dan malah nampak memandang rendah suami. Hal ini disebabkanrasa lelah karena seharian bekerja, belum lagi , setiba di rumah menuntutnya untuk menyelesaikan sederet tugas tugas rumah, bisa dibayangkan betapa berat peran ganda itu. Bahkan ada sebahagian orang berkesimpulan,sikapistri seperti itu , tipikal perempuan mandiri, sepertinya tidak !.

Bahwa perempuan kodratinya berada di rumah, menjadi ratu dalam rumah tangganya, menata rumah,tanaman, mengimpikan hidup mapan , danselalu ingin berada dekatdengan anak anak. Berinteraksi di luar rumah hanya sekedaribadah tambahan, semisal ke pengajian, sekedar uji eksistensi. Ngapain repot repot kerja kalau suami sudah menyiapkan segala kebutuhan keluarga, begitu kira kira pikiran istri. Boleh boleh saja istri bekerja asal bukan sebagai penopang. Paling tidak yah duit duitnya sendiri.

Bukan cinta yang hilang ketika, di mata suami,istri merasa tidak mencintainya lagi, merasa terancam segala peran dominan yang seharusnya berada di pundak suami. Belum lagi , bagaimana  lingkungan sosial  memandang ke dirinya , belum lagi keluarga  dari pihak istri ,  hari hari begitu berat , seakan sebuah mimpi buruk.  Padahal  istri  belum tentu memandangnya seperti itu, bisa jadi hanya sebatas sangkaan saja.  Bahkan istri  tidak menuntutlebih, bahwa suami harus begini dan harus begitu, atau memaksakan sesuatu diluar kemampuan suami, lakukakanlah usaha sekecil apapun itu, dalam menopang ekonomi keluarga. Akan jauh lebih dihargai oleh istri dibanding bersikap passifdan terus memupuk rasa curiga , prasangka yang tak berdasar, efek dari kuranya rasa percaya diri.

Suami mesti tetap berusaha tampil percaya diri, meski dalam hatipenuh kecamuk atas harga diri. Tohuang (penghasilan) , bukan satu satunya harkat martabat laki laki (manusia ).Suami mesti memperkaya pengetahuan, tetap menjadi imam dalam urusan spritual, tetap menjadi panutan dalam hal memberi kasih sayang tulus, perhatiandan legowo membantu istri dalam urusan anak anak dan sebahagian pekerjaan rumah , hal demikian tidak membuatsuami tampak bodoh, bahkan di hati istri , hal demikian bisa menjadi respek. Tentu sambil tetap  terus berusaha menambah penghasilan keluarga.

Jika suami tetap dengan egonya;ingin dihargai, ingin di dengar , ingin dilayani , melarang ini , melarang itu .yakinlah bahwa ego mampu membunuh pelan pelanseorang suami yang nampak tidak berdaya. Sakit hati sendiri, minder sendiri, curiga dipupuk , hal demikian bahkan semakin membuat seorang istriberkata “ you really stupid”.

Pada akhirnya perpisahan menjadi solusi yang absurd, dalam hal ini , justru terkadang suami mencari pelarian kewanita idamanlain ( padahal sebenarnya semu). Toh itu bukan solusi ,jalan keluar yang baik hanya terletak pada , bagaimana menyikapi keadaan tersebut. “sakitnyatuh di sini “ ,apalagi jika perpisahan itu menyakiti anggota keluarga yang lain (anak anak) .

Tentu keduanya mesti , berusaha menciptakan komunikasi yang baik, saling menghargai, saling pengertianyangdilandasi iman. Hanya bertawakkal kepada Allah tempat terbaik berpulangnya setiap hati yang yanggembiraapatah lagi hati yang susah. Sabar-Syukur pondasi rumah tangga sakinah mawaddah wa rahmah.

Salam Sukses Rumah Tangga




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline