Lihat ke Halaman Asli

Kursi Tua, pada Cerita

Diperbarui: 5 Juli 2015   13:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Malam;

Adakah terlontar dari wajahmu penanda kerinduan yang menikam

Saat-saat kesunyian menjadi sampah menyumbat comberan sanubari

Hingga jantung tak lagi berdenyut, hendak meledak!!

Dan kau!

Yang jauh diujung cakrawala sana, adakah kau saksikan seorang pesakitan

Menghentak-hentak sajak-sajaknya sendiri, sampai lumat

Sampai kata-katanya berhamburan kesana-kemari bercampur debu,

abu dari sisa pembakaran tubuhnya yang sebentar lagi dikremasi.

Aku tahu kau menunggu diantara kesunyian yang beku,

Hingga desau angin malam menyusup ruas-ruas tulang

Menyemburkan gigil dipuncak ratapan

dan tangisan yang merintih-rintih.

Akupun tahu kau menunggu isyarat diujung harapan,

Ketika daun-daun bergoyang, seolah lambaian tangan

Dan senja semakin melahapmu, menggarisi putih wajahmu yang pucat saat itu

Aku tahu apa yang keluar dari celah diantara dua bibirmu yang gemetar,

“aku sudah tak kuat lagi menunggu, bayangan kelam telah melayang-layang”

Kemudian kau rebahkan tubuhmu disandaran kursi tua dipinggir telaga.

Sementara malam telah rebah diatas meja

Sajak-sajak sudah selesai dikremasi,

Pun perih telah sampai diujung daun-daun,

Melambai terdesir angin, isyaratkan selamat tinggal

Kau masih rebah bersandar dikursi tua,

Dan aku belumlah sampai dipenghujung cerita




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline