Lihat ke Halaman Asli

Old Imp

Penyeimbang

Pribumi, Mantra Menembus Waktu Anies

Diperbarui: 18 Oktober 2017   20:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebelum memulai tulisan serius ini ijinkan saya untuk melemparkan sejumput teka-teki berikut ini:

Badannya hijau-hijau, kepalanya merah-merah, cara berjalannya, mundur. Apakah itu?

Akhir-akhir ini saya semakin bingung memisahkan antara politik dan agama. Sering kali kita mengatakan tidak ada yang mustahil bagi Allah. Demikian juga politik. Tidak ada yang mustahil kalau sudah bicara politik, lawan jadi kawan, kawan jadi lawan, benar jadi salah, salah jadi benar. Sehat jadi sakit, sakit jadi sehat. Hidup jadi mati, mati jadi hidup. Dan yang teranyar masa lalu jadi masa kini dan masa kini jadi masa lalu. Mesin waktu yang menjadi impian ilmuwan yang belum terwujud bisa terwujud di dalam politik. Setidaknya ada dua orang yang sudah menjadi pionir dalam memanfaatkan mesin waktu politik.

Yang pertama adalah Pak Gatot yang megajak kita menembus ruang dan waktu untuk kembali ke tahun 1965-an lewat tontonan wajib film besutan Arifin C. Noer yang legendaris. Tidak perlu kualitas film 3D atau bahkan 4D untuk merasakan virtual reality PKI. Cukup dengan film jadul dengan kualitas gambar bagai sensoran KPI dan sedikit berkordinasi dengan beberapa pensiunan jendral dan hoopla! 15 juta anggota PKI pun menjadi kenyataan. PKI yang sudah mati mendadak jadi hidup. Itulah kekuatan politik.

Yang kedua adalah Pak Anies. Ia bahkan lebih hebat lagi daripada Pak Gatot setidaknya dalam 2 hal: Pertama karena mesin waktunya membawa kita kembali lebih jauh ke masa lampau yaitu zaman colonial dan kedua ia melakukannya bahkan tanpa media film cukup lewat kata-kata indah saja. Lewat pidato bak proklamator yang fenomenal semangat pribumi betul-betul dibakar. Kita langsung merasakan kolonialisme seperti ada di depan mata. Saya sempat celetuk: Depan mata nenek lu! Eits jangan emosi dulu, sebab memang secara harafiah kakek-nenek kita yang pernah mengalami yang namanya penjajahan Belanda-Jepang di depan mata. Kita-kita ini sih cuma dengar dari cerita kakek-nenek, 

tapi dengan hebatnya Anies menghilangkan jarak 72 tahun melalui perjalanan warp ala star treckdan menghadirkan penjajah di depan mata. Saya kebetulan orang yang agak sekptis dan tidak gampang makan kata-kata doang. Makanya motivator sekelas Mario Teguh pun agak sulit kalau ketemu kepala batu macam saya ini. Saya orang yang perlu bukti nyata. Makanya saya mencoba melengkapi virtual realityyang ditawarkan Anies dengan melengkapi aksesoris bambu runcing. Saya cek ke paguyuban penjual bambu kemarin dan astaga.... Mereka kehabisan stok bambu. Kabarnya saking nyatanya semangat melawan kolonialisme bambunya habis diborong untuk membuat bambu runcing.

Jika trenmesin waktu politik ini berlanjut saya prediksi akan muncul pemimpin berikutnya yang akan membawa kita kembali ke zaman Majapahit. Toh jika dilihat dari luas wilayah belum pernah ada kekuasaan yang melampaui prestasi zaman Majapahit. Jadi tidak ada salahnya jikalau kita berjalan mundur menuju zaman keemasan Nusantara. Are you ready for the next time travel?

Lalu apa jawaban teka-teki di awal tulisan ini? Saya tunggu jawabannya di kolom komentar. Jawaban yang benar akan mendapat hadiah berupa piring cantik dan hadiah bisa diambil di rak piring rumah masing-masing. Tentu hadiah baru boleh diambil setelah bayar pajak. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline