Memang seharusnya adalah embun penyejuk dalam kehausan, bukan dalam gulita, sebagaimana bunyi syair dalam salah satu bait Hymne Guru.
Hari Guru telah berlalu, dengan acara pemuncaknya di dua hari setelah tanggal yang ditetapkan oleh pemerintah sendiri, dan bukan di Ibukota Negara, baik yang lama maupun yang baru.
Entahlah, alih-alih ingin ikut andil di dalamnya, banyak guru yang justru tak merasa perlu tahu dan tergoda untuk ikut acaranya, atau minimal sekedar mengetahui dan mengikuti kabarnya, atau iseng menonton melalui tayangan langsung maupun rekamannya di kanal media sosial terkenal.
Partisipasi guru dalam even yang diadakan oleh pengurus pusat maupun daerah organisasi yang menaungi guru, untuk menyambut acara yang istimewa itu, tak segempita dan sesemarak sambutan pada tahun-tahun sebelumnya, menjadi sebuah pertanda.
Tak jauh beda dengan acara yang digagas dan dilaksanakan oleh pemerintah, tak banyak guru yang tahu dan mau berpartisipasi.
Bukannya tak bangga dan tak bahagia dengan adanya hari yang diistimewakan untuk memuliakan sosok dan profesi guru, tapi situasi dan kondisi nyata yang belakangan semakin memprihatinkan, membuat banyak guru yang begitu skeptis pada dunianya.
Skeptisisme guru pada kondisi pendidikan nasional, adalah hasil dari keruwetan berkepanjangan yang terbentuk di alam bawah sadar. Kebijakan yang tak berpihak pada guru selama satu dekade pemerintahan, menjadi sebab tak terbantahkan.
Kondisi yang kemudian semakin diperparah dengan berbagai kasus yang menyudutkan posisi guru, bahkan hingga masuk jeruji besi tanpa pembelaan yang berarti, laksana benih unggul di lahan bumi pertiwi nan subur, bagi tumbuhnya skeptisisme dan apatisme, yang sesungguhnya sebuah signal bahaya bagi negara apabila tidak dikelola.
Pemerintahan baru sebagai pengganti harapan atas pupusnya tuntutan guru pada perubahan di era yang lalu, sedikit memberi titik terang. Namun belum cukup memberikan rasa tenang.
Alih-alih membahas nasib guru, justru yang dìdengungkan penerapan pajak baru, yang secara langsung akan mempengaruhi kesejahteraan guru, sebagai bagian dari golongan menengah yang makin terengah-engah mengejar meroketnya biaya kehidupan.