Lihat ke Halaman Asli

Maarif SN

Setia Mendidik Generasi Bangsa

Menerawang Efektivitas Gerakan Literasi Sekolah

Diperbarui: 25 Juni 2024   18:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Apa itu gerakan Literasi sekolah?

Berdasarkan buku panduan Gerakan Literasi sekolah di Sekolah Menengah Pertama yang diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaanyang dimaksud dengan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) adalah upaya menyeluruh yang melibatkan semua warga sekolah (guru, peserta didik, orang tua/wali murid) dan masyarakat, sebagai bagian dari ekosistem pendidikan. 

Sedangkan Literasi Sekolah dalam kerangka GLS dimaknai sebagai kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/atau berbicara.

Di dalamnya dijelaskan latar belakang dilaksanakannya GLS adalah kenyataan bahwa selama ini dalam proses pembelajarannya di sekolah belum memperhatikan aspek ketrampilan membaca sebagai bekal menjadi generasi pembelajar sepanjang hayat. Sehingga kemampuan membaca rata-rata peserta didik di Indonesia berada pada level yang sangat rendah dibanding dengan negara-negara lain. 

Kesimpulan tersebut diperoleh dari pengujian yang dilakukan oleh PISA (Programme for International Student Assessment) pada tahun 2009 sebagaimana kutipan pada buku panduan tersebut.

"PISA 2009 menunjukkan peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke-57 dengan skor 396 (skor rata-rata OECD 493), sedangkan PISA 2012 menunjukkan peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke-64 dengan skor 396 (skor rata-rata OECD 496) (OECD, 2013)".

Selain berpatokan pada fakta di atas, penulis mengacu pada kebiasaan rekan-rekan guru yang tergabung dalam berbagai grup medsos populer di Indonesia (FB, WA, Line, Telegram). 

Kecenderungan perilaku mereka hampir sama dengan hasil penelitian PISA tersebut, yakni kebiasaan membaca belum menjadi salah satu aspek ketrampilan yang dikembangkan secara serius, sehingga banyak sekali informasi tertulis yang disampaikan oleh para penentu kebijakan (stake holder) tidak segera dipahami secara menyeluruh dan membutuhkan waktu yang relatif lebih lama dari yang semestinya. 

Contoh kecil dan terkini dari fenomena tersebut adalah polemik dan kontroversi di medsos tentang keluarnya Peraturan Pemerintah Tentang Hari belajar di sekolah (Full Day School) dan tentang wacana penghapusan Mata Pelajaran Agama di sekolah. 

Terlepas dari benar tidaknya dan bagaimana pemberlakuan PP tersebut nantinya, di medsos sudah berkembang opini-opini yang esensinya agak berbeda dari apa yang sudah dijelaskan oleh pemerintah saat beraudiensi dengan DPR dan juga sudah didukung dengan berbagai artikel yang dipublikasikan secara luas. 

Gerakan Literasi Sekolah sudah berjalan lama, dan artikel  ini sebenarnya juga adalah draf lama yang belum sempat terkirim, kebetulan hari ini terlacak, pantas saja referensinya tampak sudah kadaluarsa jika dikaitkan dengan konteks kekinian, karena PISA sudah rutin berjalan setiap tahun hinbga tahun 2023, dan edisi  2024 akan segera hadir. 

Mari kita terawang saja, tak perlu terlalu serius melalui riset ilmiah tentang efektitas Gerakan Literasi Sekolah.  

Kapan ?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline