[caption caption="Lihat bro, gue dapet kakap... Sumber : molto.co.id"][/caption]
Masih segar dalam ingatan bagaimana gagahnya rakyat Jakarta eh..Indonesia, membully teroris yang katanya sel ISIS itu. Masih belum hilang ingatan kita bagaimana jagoan-jagoan ganteng berpistol beraksi menumpas mereka dan mengejarnya hingga ke liang semut. Dan tak lupa, bagaimana presiden kita, datang ke lokasi teror dengan tanpa pakaian pengaman apapun hanya berselang beberapa jam setelah peristiwa.
Di tengah riuhnya kabar penggusuran Kalijodo, muncul lagi peristiwa yang tak kalah bikin heboh, dari salah satu teroris ibukota. Metromini, ya.. metromini kembali membuat berita. Ada penumpang yang jatuh dan meninggal. Dari hanya sekedar cerita soal perampokan sebagai pengalihan tanggunjawab yang ternyata terbukti hanya cerita bohong, justru muncul kisah-kisah lain yang tak kalah seru dari warga Jakarta yang langganan metromini.
[caption caption="Sumber : plk.ui.ac.id/"]
[/caption]
Sepertinya warga Jakarta sudah lama mengalaminya, namun jarang ada yang berani menolak perilaku teror para pencopet, pencoleng, maling dan rampok secara langsung. Mereka terkesan selama ini hanya diam, terbaca dari reaksi masyarakat dan aparat setelah mendengar cerita/laporan yang dipublish di media. Mungkin mereka diam karena beberapa alasan.
Berbeda dengan sikap mereka (atau kita ?) yang begitu heboh waktu bom Sarinah. Waktu itu kita sungguh hebat sampai-sampai media asing memuji dan heran pada perilaku kita yang bertolak belakang dengan mereka saat kena teror. Sampai-sampai taggar #kamitidaktakut merajai trending topic dunia.
Menghadapi teroris dompet di metromini ini sepertinya warga Jakarta tak berdaya, hanya bisa pasrah dan lebih berhati-hati menjaga milik pribadi. Banyak komentar di detik.com menunjukkan mereka ngeri, khawatir menjadi sasaran copet yang setiap hari semakin berani saja, tidak hanya mencopet tapi juga menodong. Pendeknya, naik metromini membutuhkan nyali lebih, metromini dengan copetnya menjadi momok, warga takut naik metromini, mirip dengan judul beritanya.
Jika warga Jakarta saja begitu khawatir hidup di kotanya sendiri, bagaimana warga luar Jakarta yang masuk Jakarta ?
Sebagai orang desa yang lugu, benar-benar sebuah bayangan yang mengerikan bagi saya jika keadaan kendaraan umum seperti itu. Sejak pertama kali menginjak ibukota sendirian berbaur dengan rakyat kebanyakan, berdesakan di kereta api, metromini, angkot, kopaja, dan sebagainya, sejak itu pula terbersit kata "tidak" untuk menjadi bagian dari Jakarta.
Belajar dari peristiwa bom sarinah, mungkin kita bisa lawan ketakutan kita pada copet dan kawan-kawan dengan mengangkat topik #kamitidaktakutcopet di media sosial. Memanfaatkan momen peristiwa adanya korban meninggal (yang sebenarnya konon bukan karena ulah copet ini) menjadi momen awal untuk menjadi gerakan massal membangkitkan keberanian, menumbuhkan tekad untuk solidaritas, gerakan kebersamaan untuk persatuan melawan kebathilan, dan seterusnya hingga tumbuh besar menjadi gerakan nasional yang tak cuma sekedar taggar yang heboh di media sosial namun hampa dalam prakteknya.
*jadi inget jargon repolusi mental