Lihat ke Halaman Asli

Maaghna Ramadhan

Mahasiswa Jurnalistik Universitas Padjadjaran

UU ITE: Bilah Bermata Dua

Diperbarui: 30 November 2022   12:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi UU ITE (Sumber: NET)

Fungsi suatu barang ditentukan oleh siapa yang menggunakannya. Sama seperti pisau, jika seorang juru masak yang mengutilisasi barang tersebut, akan tersaji suatu hidangan yang menggugah selera. Namun, jika pisau tersebut diberikan kepada seorang pembunuh atau perampok yang haus darah, pasti akan menyebabkan rasa sakit serta darah yang bercucuran. 

Sama seperti Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik yang kita kenal sebagai UU ITE. Jika UU ITE digunakan dengan tepat, akan menghasilkan ketertiban dan keamanan bagi masyarakat. Namun---seperti ilustrasi pisau sebelumnya---jika UU ITE digunakan oleh "penjahat" atau orang yang kurang bijak dan mencari celah dalam UU ITE ini, akan menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat dan korban.

Undang-Undang Harusnya Menjadi Tameng dan Pagar, Bukan Menjadi Senjata.

Dari ilustrasi di atas, dapat kita lihat bahwa UU ITE bisa digunakan sebagai pisau yang bisa melindungi dan dapat digunakan untuk menyerang. Padahal Menurut Tami Rusli dalam buku Pengantar Ilmu Hukum, Undang Undang adalah peraturan negara yang memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Undang undang diadakan dan dipelihara oleh negara. Dari pengertian tersebut, dapat kita ketahui bahwa undang-undang harusnya bersifat sebagai pagar dari perbuatan masyarakat, bukan untuk menyerang.

Tajam bagai pisau, elastis bagai karet. 

KGBO dan Trauma

Kekerasan gender berbasis online semakin marak terjadi di lingkungan terdekat kita. Bahkan lingkungan kampus yang seharusnya menjadi area aman untuk menimba ilmu dan menambah pengalaman turut "menyumbang" kasus pelecehan seksual. Seperti yang dilansir kompas.com, terdapat 4 mahasiswi di Aceh Utara yang diduga menjadi korban pelecehan melalui chat oleh tenaga pengajar. 

Dengan adanya UU ITE yang (seharusnya) menjadi tameng dari kekerasan ini, mungkin kita berpikir bahwa kasus ini akan diusut tuntas. Namun, nyatanya UU ITE belum dapat bekerja maksimal karena ada beberapa hal yang mempengaruhi skema ini. Salah satunya, trauma mendalam yang membuat korban enggan bercerita dan menindaklanjuti permasalahannya. 

Kami berkesempatan untuk mewawancarai mahasiswi di salah satu Universitas Swasta di Kota Bandung yang pernah mengalami KGBO dan mengaku trauma akan kasus yang pernah dialaminya. Ia memaparkan, penanganan KGBO di Indonesia masih belum berjalan lancar. Alih-alih membuat laporan, ia memilih untuk fokus menjalankan pemulihan diri. 

"Belum banyak bercerita ke orang-orang karena masih takut dengan traumanya itu sendiri. Jadi (wajar jika) masih banyak perempuan yang memendam trauma atau pengalaman KGBO ini," ujarnya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline