Sabtu itu (2/9/2023), kami berkunjung ke produk industri rumah tangga yang unik. Untuk sampai di tempat produksi Cubrown itu, Saya dan kawan-kawan komunitas Bolang harus melewati sebuah gang sempit di sebelah mushalla Al-Ikhsan di daerah Jetak Lor, Dau, Malang.
Di ujung gang itulah, lahir inovasi produk oleh-oleh khas buatan ibu Siti Romelah. Perempuan Tionghoa tangguh itu adalah seorang muslimah pencipta produk Cubrown. Cubrown berarti "cookies" yang berarti kue-kue dan "brown" yang berarti berwarna cokelat.
Nama itu cocok dengan aneka produknya yang dominan berwarna cokelat bertabur tempe kering. Bila digigit, terasa kress.... cokelatnya segera meleleh setelah bersentuhan dengan lidah basah. hemm.
Menurut pengakuan Bu Siti Romelah, produk makan ringan berbasis kearifan lokal itu kini telah dipasarkan di gerai-gerai terkenal di Malang Raya dan sekitarnya. Makan ringan yang dikemas menarik itu kini dapat dicari di gerai Royal Ole2 (One Stop Shopping di Batu), Malang Strudel, Kendedes, dan gerai oleh-oleh makanan ringan lainnya.
Kisahnya diawali saat dampak Pandemi Covid-19 begitu terasa pada tahun 2021 yang lalu. Lapak jualan makanannya di depan sebuah sekolah di Dau dekat rumahnya itu tutup akibat terdampak pandemi Covid-19. Ia harus memutar otak, mencari cara agar ada pengganti usaha.
Terpikir olehnya untuk membuat bahan-bahan yang berasal dari kearifan lokal yang ada di Malang, seperti buah apel. Tapi setelah dipikir-pikir, menurutnya produk dari olahan buah apel itu bersifat basah, tidak kering, sehingga untuk membuat kering dan awet membutuhkan proses yang panjang dan beaya yang tidak kecil. Lalu, terpikirlah untuk membuat produk dari bahan dasar tempe.
Produk cubrown dari luar tampak seperti kue kering cokelat bertabur tempe. Menurut penjelasan Bu Siti Romelah, justeru bahan baku Cubrown itu lebih dari 50% berasal dari tempe, bukan pada bahan cokelatnya. Sekilas, tempenya tampak hanya seperti toping.
Selain dari bahan baku tempe, selebihnya berasal dari bahan baku tepung terpilih, cokelat, dan bahan lainnya.
Setelah saya mencicipi langsung, rasanya asyik mak kress; rasa tempenya tidak muncul, justeru muncul rasa seperti kacang yang ditabur di atas cokelat kering.
Mengapa harus tempe? Inilah unsur kearifan lokalnya yang sengaja ditonjolkan oleh Ibu Siti Romelah yang kreatif itu.