Lihat ke Halaman Asli

Mas Yunus

TERVERIFIKASI

Beyond Blogger. Penulis ihwal pengembangan ekonomi masyarakat, wisata, edukasi, dan bisnis.

Mengenang Peristiwa The Beatle of Surabaya

Diperbarui: 10 November 2016   20:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bung Tomo/Sumber Foto: Dok. News.Liputan6.com

Pekik “Merdeka atau Mati” diiringi takbir berkali-kali yang dikobarkan oleh Bung Tomo 71 tahun lalu, bikin bulu kuduk merinding, meski mendengarkannya hanya lewat rekaman. Pidato herorik lelaki bernama asli Sutomo itu, berhasil menggerakkan Arek Arek Suroboyo dalam pertempuran 10 November 1945 atau The Beatle of Surabaya.

Kini, setiap tanggal 10 Nopember diperingati sebagai Hari Pahlawan, bagian dari sejarah Revolusi Nasional Indonesia. Dalam pidatonya kala itu, Bung Tomo antara lain berseru:

“…lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka. Semboyan kita tetap: merdeka atau mati! Dan kita yakin saudara-saudara, pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita, sebab Allah selalu berada di pihak yang benar. Percayalah saudara-saudara, Tuhan akan melindungi kita sekalian. Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar! Merdeka!!!”

Selengkapnya, teksnya ada di sini dan rekaman suaranya ada di sini.

Mengenang Sekilas Peristiwa The Beatle of Surabaya

Zaman terus berubah. Jarum jam sejarah tak bisa diputar balik ke belakang. Generasi kini, dihadapkan pada situasi yang berbeda. Perang informasi dan media sosial tak terelakkan. Terkadang masyarakat bingung, mana yang pahlawan dan mana yang pecundang. Karena itu, ada baiknya kita kembali mengenang sejarah perjuangan Arek Arek Suroboyo dalam peristiwa 10 Nopember 1945 yang heroik itu.

Jika proklamasi kemerdekaan RI berlangsung pada 17 Agustus 1945 di Jakarta, maka pertempuran 10 Nopember 1945 berlangsung di Surabaya. Peristiwa itu terjadi hanya berselang sekitar 3 bulan setelah diproklamasikan kemerdekaan RI.

Loh kok sudah dinyatakan merdeka masih ada penjajahan?

Ya, pasalnya tentara Inggris pada tanggal 15 September 1945 mendarat di Jakarta, berlanjut pada tanggal 25 Oktober 1945 mendarat di Surabaya. Tentara Inggris yang tergabung dalam AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) itu, bertugas untuk melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan perang yang ditahan Jepang, serta memulangkan tentara Jepang ke negerinya. Namun misinya tidak hanya itu. Ternyata, tentara Inggris datang diboncengi oleh NICA (Netherlands Indies Civil Administration).

Kok diboncengi?

Ya, karena Pemerintah NICA berkepentingan untuk mengembalikan Indonesia agar secara administratif masih menjadi jajahan pemerintahan Hindia Belanda. Bersama rombongan tentara Inggris itulah, NICA (Netherlands Indies Civil Administration) ikut numpang untuk mewujudkan kepentingannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline