Haru. Terdengar suara isak tangis seorang perempuan cantik. Diiringi tangis tersedu-sedu, putri tunggal Ki Lurah Jatisari itu berucap, “Sebenarnya saya ragu. Berat sekali jalan yang harus kita tempuh”. Namun tangis sedu sedan itu tak meluluhkan hati Raden Mas Djatmiko yang anak keluarga ningrat itu untuk berkata tegas, “Tidak! Tidak mungkin aku menuruti kemauan orang tuaku. Aku tidak pernah mencintai Puspaningrum. Apapun yang terjadi, aku akan menikahimu.”
Cuplikan dialog di atas merupakan bagian dari teaser sandiwara radio bertajuk Asmara di Tengah Bencana (ADB), persembahan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Indonesia. Pertunjukan drama kolosal ADB bergenre roman sejarah itu mengandalkan kekuatan dialog, musik, dan suara untuk membantu pendengar membayangkan kekuatan tokoh dan alur ceritanya melalui sandiwara radio. Tujuannya adalah untuk menghibur, sekaligus sosialisasi siaga bencana yang disiarkan di 20 stasiun radio.
Mengapa lewat sandiwara radio? Karena sandiwara radio pernah melegenda di telinga para penggemarnya yang pada umumnya masyarakat pedesaan, sebagian di antara mereka tinggal di dekat wilayah rawan bencana. Mereka juga pernah menjadikan sandiwara radio sebagai hiburan rakyat yang melegenda, seperti sandiwara radio Saur Sepuh atau Tutur Tinular yang popular pada tahun 1980-an sampai 1990-an. Sandiwara radio, dapat digunakan sebagai media siaga bencana.
Di tengah hiruk pikuk politik yang 'membosankan', secara psikologis masyarakat membutuhkan hiburan menarik dan mendidik. Karena itu, BNPB menghadirkan kembali memori masa lalu lewat sandiwara radio yang lebih modern bertajuk Asmara di Tengah Bencana. Sembari menikmati sandiwara radio berlatar belakang letusan Gunung Merapi, kesadaran siaga bencana ditanamkam. Dengan mengangkat kisah cinta berlatar letusan Gunung Merapi, diharapkan tumbuh kesadaran terhadap bencana di negeri kita sendiri yang dikenal sebagai 'Negeri Cincin Api'.
Sinospis Kisah Asmara di Tengah Bencana
Sandiwara radio ADB, mengangkat kisah cinta anak manusia beda kelas sosial pada zaman pemerintahan Sultan Agung Hanyoto Kusumo. Konteksnya adalah peristiwa bencana letusan Gunung Merapi. Berikut ini adalah cuplikan 'Sinopsis Kisah Asmara di Tengah Bencana'.
“Tumenggung Jaya Lengkara pulang dari Kadipaten Pajang. Begitu memasuki wilayah Prambanan, rombongan Ki Tumenggung dirampok. Namun Bekel Manyura berhasil membasminya, sementara dia dan putranya, Raditya, langsung menuju Mataram. Hanya satu orang yang dibiarkan hidup, Umyang. Pemuda desa yang lugu ini bukan saja mendapat ampunan dari Ki Tumenggung, bahkan dia boleh tinggal di ndalem kerajaan.
“Sejak kecil Raditya sudah dipertunangkan dengan Puspaningrum, namun tidak harmonis. Puspaningrum dianggapnya terlalu liar”. Suatu hari saat berburu ditemani Umyang, Raditya bertemu dengan Sekar Kinanti di tepi sungai. Sekar Kinanti tampak malu-malu. Saat itu Raditya heran melihat Umyang tiba-tiba menjerit. Air sungai terasa panas, pepohonan kering. Suasana senyap. Di lain waktu, ia semakin heran melihat berbagai macam hewan turun gunung. Desa Jatisari kosong. Suasana terasa aneh dan menakutkan, pertanda bencana akan tiba”.
Kisah di atas merupakan penggal roman sejarah ADB. Misinya adalah untuk menghibur sekaligus menanamkan kesadaran siaga bencana. ADB menyajikan kisah heroik berbalut cinta anak manusia beda kelas sosial pada masa Kerajaan Mataram. Untuk menghidupkan suasana, drama kolosal itu diceburkan dalam konteks bencana Gunung Merapi. Penasaran?
Sandiwara radio ADB itu, disiarkan di 18 radio lokal dan 2 radio komunitas di Pulau Jawa. Roman sejarah 'Asmara di Tengah Bencana' disiarkan secara berseri sejak 18 Agustus 2016, demikian seperti liris BNPB.
Sadar Bencana di Negeri Cincin Api
Kita patut bersyukur, Indonesia memiliki 17.508 pulau dan keindahan alam yang luar biasa. Namun perlu disadari, Indonesia adalah negara dengan jumlah gunung api terbanyak di dunia, sebagian diantaranya adalah gunung api aktif. Menurut catatan, terdapat 127 gunung api aktif di Indonesia, atau 13% dari gunung api di dunia. Karenanya, Indonesia dikenal sebagai negeri 'cincin api' (ring of fire).
Terdapat 75 kabupaten/kota di Indonesia berada di daerah rawan erupsi gunung merapi. Penduduk yang terancam akibat paparan bahaya bencana level sedang-tinggi diprediksi mencapai 3,85 juta jiwa. Apalagi, letak Indonesia berada di antara pertemuan tiga lempeng dunia (Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik), maka negeri ini berpotensi sering mengalami gempa, bahkan beberapa diantaranya menimbulkan tsunami.