[caption caption="Bolang mengunjungi Anak Anak Penghuni Panti Asuhan Al Mustofa, Pakis/Dok. Pribadi"][/caption]"Sejuta khutbah, mungkin tak lebih bernilai dari pada secuil tauladan". Ini bukan kisah tentang Sinterklas Sang Pembagi Hadiah. Tapi kisah tentang orang-orag biasa yang peduli kasih. Mungkin kisah ini kesannya berlebihan. Tapi saya merasakan, ada keletadanan pada diri sosok Khalidul Azhar, yang sehari-hari akrab disapa ustadz Khalid. Ia tak banyak bicara, tutur katanya kalem, namun aksi sosialnya nyata: “menyantuni anak-anak yatim piatu dengan hati”.
Saat nasi bungkus daun pisang bakar terakhir ada di tangannya, ia tak segera memakannya. Ia berjeda sejenak, tolah toleh terlihat seperti sedang mencari seseorang, yang barangkali diantara anak asuhnya ada yang belum mendapatkan bagian. Begitu setidaknya, kesan yang saya rasakan terhadap Ustadz Khalid, saat saya duduk di sampingnya pada waktu hendak makan bersama.
[caption caption="Ustadz Khalid (berpeci putih), foto bersama di depan kamar putri penghuni Panti Asuhan Al Mustofa/Dok. Pribadi"]
[/caption]Pria lulusan SMA beranak satu itu, sabar mengasuh sekitar 30 penghuni panti asuhan sederhana berukuran 10 x 100 meter di dekat bandara Abdurrahman Saleh. Seluruh anak asuhnya bebas tinggal, belajar dan makan sehari-hari di Yayasan Panti Asuhan Anak Yatim Piatu Al-Mustofa yang ia kelola. Lokasinya berada di Desa Sumber Pasir, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang.
[caption caption="Papan nama Yayasan Panti Asuhan Yatim Piatu Al Mustofa/Dok. Pribadi"]
[/caption]Menuju Panti, Membaca Asa Para Penghuni
Kami patut bersyukur, pada Minggu (27/03), bersama komunitas Bolang, dapat berbagi kasih di Panti Asuhan. Berangkat pukul 08.45 Wib dari titik kumpul di rumah kami, seperangkat tali asih meluncur bersama Komunitas Bolang menuju lokasi. Menempuh jalur Dinoyo, Soekarno Hatta, Blimbing, pemandian Wendit, hingga memasuki daerah Pakis.
[caption caption="Komunitas Bolang baru tiba di depan panti Al Mustofa/Dok. Pribadi"]
[/caption]Meski jaraknya hanya sekitar 20 km dari tempat kami, ternyata hampir nyasar ke Jabung. Kami memutar arah kembali ke jalur semula, dan berhenti di depan SPBU pertigaan jalan Bandara, untuk bergabung dengan kawan-kawan yang sudah menunggu di tempat itu. Dari sini, kami berangkat bersama menuju lokasi. Tiba di tempat tujuan, sekitar pukul 09.50 Wib.
Saat tiba di pintu gerbang panti, kami disambut dengan ramah oleh ustadz Khalid. Sementara anak-anak duduk rapi di ruang depan, sudah menunggu kami sejak pukul 09.00 Wib. Acara seremonial berlangsung singkat.
Usai seremoni, para Bolang’s Angel (sebutan untuk kawan-kawan putri Komunitas Bolang), berbaur bersama anak-anak yang masih lugu itu. “Ayo anak-anak, tulis namamu dan cita-citamu”, begitu kata Mbak Lilik saat memandu mereka, dibantu Mbak Desy dan Mbak Rara. Begitu juga dengan Mas Selamet Hariadi, saya, dkk ikut menyalami mereka, membantu menyobek kertas dan membagikannya satu per satu.
[caption caption="Suasana saat Bolang's Angel berbaur dengan anak-anak putri penghuni panti asuhan/Dok. Pribadi"]
[/caption]
[caption caption="Anak-anak panti asuhan sedang menuliskan cita-citanya di atas secarik kertas/Dok. Pribadi"]
[/caption]Tak kusangka, meski awalnya terlihat malu-malu dan sedikit minder, ternyata anak-anak penghuni panti itu masih punya keyakinan dan asa. Lina Yuliana (kelas TK-B), ingin menjadi Polwan. Kaila (kelas I SD), ingin menjadi guru. Syahrul Adi Saputro (Kelas IV MI), ingin menjadi pemain bola. Anak Yatim Piatu yang bernama Abdul Muis Maulana (Kelas II MI), bahkan menuliskan sebanyak 7 cita-cita, seperti ingin menjadi polisi, punya bengkel, atau menjadi pelukis. Sementara Saiful Anwar, bercita-cita “punya rumah sakit” sendiri pada suatu hari kelak. Tampaknya, mereka memang benar-benar membutuhkan bimbingan dan menggantungkan asanya di panti ini. Bikin trenyuh.
[caption caption="Bolang's Angel sedang mengajari menulis identitas diri & cita-cita anak-anak Panti Asuhan/Dok. Pribadi"]
[/caption]