Lihat ke Halaman Asli

Anak di Amok Priok

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

[caption id="attachment_152815" align="alignleft" width="247" caption="Foto: Reuters/www.strov.co.cc"][/caption]

Siangdi salah satu perkampungan kumuhdan padat penduduk,kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara pertengahan Mei silam.Seorang bocah duduktermangu di depan pintu. Bertelanjang dada dan bercelana pendek,tatapan matanya kosong. Sebut saja anak itu, Yudi.Saatsaya hampiri,ia beringsut pergi, masuk ke dalam rumah. Sulis ayah bocah anak 14 tahun tersebut, datang menemani saya di beranda “Kalau secara fisik sudah jauh lebih baik. Normal.  Yang jadi masalah kondisi psikisnya. Kalau bertemu orang baru, diamasih ketakutan. Apalagi kalau orang yang menemuinyaberambut cepak, seperti aparat. Dia selalu menghindar dan ngumpet. Pernah suatu saat teman saya datang, kebetulan berambut cepak,dia balik badan, masuk kamar dan menutup wajahnya dengan bantal. Saat ditanya,menolak menjawab danmenangis,” tutur lelaki 45 tahun ini.

Sulis mengaku,jelangkejadianna’astersebut, anaknyapergiberlatih musik Islam,Hadrohdi komplek Makam Mbah Priok tanpa sepengetahuannya. Ia baru mengetahui, Yudi  menjadi korban luka berat, saat menyaksikantayangan berita televisi. “Sore itu saya sudah cari dia, biasanya sudah ada di rumah. Nah begitu lihat berita siang di salah satu TV, saya lihat ada anak saya. Saya kenal, karena celana yang dipakainyadan bentuk tubuhnya. Wajahnya memang sudah tak terlihat jelas, karena  berlumur darah.”

Yudiadalah salah satuanak,korban luka beratdan psikis kerusuhan di Makam Mbah Priok, Koja, Tanjung Priok 14 April 2010. Sambil bercerita, Sulis menunjukkanbagian luka dan lebam di kepala dan punggung anaknya. “Yudi, koma 5 hari, gak sadarkan diri, ” ia menerangkan.

Amok massadipicu, rencana penertiban bangunanoleh aparat satuan polisi pamong praja dibantu polisi di sekitar makam yang dikeramatkan tersebut.Tim Investigasi Kemanusiaan Palang Merah Indonesia, PMI Pusat mencatatkorban keseluruhanmencapai 234 orang.Tiga orang petugas satpol PP tewas.

Di dalam kamar, Yudi mengurung diri. DitemaniSulis, sayamencobamengajaknya berbincang. Saat berbicara, ialebih banyakmenundukkan kepala. Tak berani menatap mata lawan bicaranya. Yudi mengaku sebelum tubuhnya babak-belur dipukuli aparat satpol pp, ia sempat bersembunyi di kamar mandi komplek makam. Sial, gas air mata yang ditembakan aparat, memaksanya keluar.

Kesaksian Anto

Anak lainnya yangmenjadi korban luka berat kerusuhan di Makam Mbah Priok, adalah Anto.Juga bukan nama sebenarnya. Malam jelang kerusuhan, ia memilih menginap di komplek makam, lepas mengikuti pengajian. “Nah subuh saya pingin pulang. Saat itu polisi sudah mengepung lokasi makam. Terus anak-anak di sana menahan saya. ”Sudah, jangan pulang dulu, jangan keluar, takut ada apa-apa.”. Terus lihat polisi, saya takut dan masuk ke dalam…,”cerita Anto.

Tubuh kurus Anto lantas dihujani pukulan benda tumpul. Bocah 16 tahun itu masih ingat, hardikandan ancamanpetugas satpol pp dan polisi. “Kata petugas satpol pp: Lu, kan yang mau bunuh temen gua!. Saya diam saja. Kemudian saya lihat wajah petugas satpol pp, dia lantas mengancam mau menembak saya dengan gas air mata. Kemudian datang polisi. Saya digendong. Tapi ada polisi yangcakar tangan saya, sambil berucap: Sudah, ini mah gak usah ditolong !. Lantas, saya digendong dan dilempar ke dalam mobil ambulan. ”

Anto kemudian dibawa ke Rumah Sakit Koja, Jakarta Utara. Jelang malam, baru ia bertemu orang tuanya Edi Supriyanto .Sama halnyasepertiSulis,Edi baru mengetahui anaknya menjadi salah satu korban luka berat, setelah menyaksikan tayangan berita di televisi

Amok massa dan pukulanyang dirasakanYudi dan Antoakan tertancap dalam benak mereka. Ingatan horor kerusuhan , akan merekabawa seumur hidup.

Hasil Investigasi KPAI

Kerusuhansosialdi Koja , Tanjung Priok Jakarta Utaramemaksa sejumlah lembaga pemerintahterlibatmenyelidikikasus tersebut.Tak terkecualiKomisi Perlindungan Anak Indonesia, KPAI. Lembagaini bahkan membentuktiminvestigasi khusus. Beberapatemuan tim dibeberkan Ketua KPAI, Hadi Supeno: “Pertama terjadi eksploitasi terhadap anak. Karena anak berada , di lokasi tersebut karena di sana lokasi pertikaian dan perebutan lahan antara Pelindo, pemda dan ahli waris makam. Sebenarnya usaha untuk menolak anak anak hadir(di lokasiyang disengketakan), masih ada waktu. Karenasudah diketahui akan ada penertiban pada hari itu. ”

Hasil lainnya, imbuh Hadi, “(anak anak tersebut) berbaris menggunakan yel yel seragam, lalu mereka bawa senjata pentungan sampai tajam. Itu siapa yang mengerahkan?Secara normal anak anak itu mestinya takut kalau ada hal hal yang berbau senjata. Tapi malah mereka tak lari malah melawan. Ini kan aneh?  Ketiga, ketika terjadi bentrok mereka (anak anak) berada di baris depan, sementara mereka yang mengaku sedang bertikai dan membela kebenaran, itu malah tak kelihatan. Sehingga kalau terjadi sesuatu anak yang menjadi korban.”

Hadi menyatakan pengelola makam telah mengindoktrinasi anak-anakuntuk terlibat dalam konflik. ”Bahwa kalau kamu membela makam keramat ini maka kamu masuk surga, jika tak dibela maka masuk neraka Nah anak anak kalau diindoktrinasi kan mudah sekali, masuknya. Apalagi yang bicara adalah Kyai, tokoh panutan,” jelasnya.

Salah satu ahli warisMakam Mbah Priok, Habib AlwiBin Tohir Alhadad membantah tudingan KPAI. “ Ini keliru. Jadi kami tidak pernah mendoktrinasi anak anak. Mereka membantu kami, itu spontanitas tak direkayasa,” tegasnya.

Tim investigasi KPAIjuga menyimpulkan dugaan sekelompok orang yang berada di makam menghalangi proses pertolongan terhadap anak-anak korban luka. Akibatnya mereka terlambat memperoleh pertolongan.Selain itu tim juga menyimpulkansatpol pp tidak berupaya melindungianak. “Satpol pp tak mengevakuasi (anak anak) agar keluar dari konflik dan justru melawan anak anak . Mestinya kalau yang maju anak anak, satpol pp harus ditarik mundur apapun alasannya. Karena ini masalah kemanusiaan,”ujar Hadi Supeno.

Rehabilitasi Psikis Korban Kekerasan

Tim investigasi KPAI mencatat kerusuhan di Priok, mengakibatkan 17 anak luka berat dan ringan.Sementara lima puluh anak lainnya mengalami kekerasan psikis. Anak-anak ini telah pulih, namun sebagian masih trauma seperti yang dialami Yudi.MenurutHadi Supenokalautak mendapat rehabilitasi psikis (trauma healing) yang tepat, di masa depan, anak-anak korban kekerasan ini akan menjadi pelaku kekerasan.

Psikolog Tika Bisono membenarkan kekhawatiran Hadi. “Tapi ini jangka panjang. Saya melihatnya malah, kalau tak cepat diselesaikan jumlah preman akan banyak. Karena dari hasil pemeriksaan ( psikolog,preman)itu rata rata orang yang rendah diri, tak memiliki keterampilan,tak bangga dengan diri mereka sendiri…”

Agarkekhawatiran itu tak terjadi anak yang menjadi pelaku atau korban kekerasan perlu diidentifikasi beban traumatiknya. “ Jadi dilihat dari intensitasnya, para ahli lah yang bakal tahu dari tes yang diberikan akan diketahui level status anak (yang trauma).Level inilah yang akan menentukan penanganan ke depannya seperti apa. Kalau penanganan rehabilitasibisa massal ya bisa dilakukan secara massal. Tapi ada juga dari mereka yang penangannya mesti dilakukan secara individual,” jelas Tika Bisono.

Selainorang tua dan lingkungan tempat tinggal si anak, pihak sekolah juga dimintaterlibat dalamproses pemulihan traumatik.Tika Bisonomeminta pemerintahDKI Jakarta segera mengidentifikai beban traumatik korban kerusuhan Priok , khususnyaanak-anak.

Menanggapi saran Tika, Wakil Gubernur DKI JakartaPrijanto mengaku program rehabilitasi bagi anak yang traumatik sudah dilakukan. Baiklewat pendekatan agama maupunpsikologis. “Itu kan akibat ajaran di situ ( Makam Mbah Priok) makanya saya mohon Majelis Ulama Indonesia, MUI dan tokoh agamayang menanganinya. Itu bukan dokter medis yang menanganinya. Psikolog juga dilibatkan? Oh iya iya itu sudah dilakukan. Dinas Sosial yang melakukan,” jelas orang no 2 di DKI tersebut.

Anak, Kekerasan dan Ancaman Pidana

Kasus kerusuhan Makam Mbah Priokseharusnyajadipelajaran berharga bagisemua pihak. Khususnyabagaimana menempatkan anak dalamkonflik kekerasan. “Sampai saat ini posisi anak masih terabaikan, orang bicara konflik orang bicara perebutan waris, tetapi orang semuanya seperti abai, seperti tak peduli. Menganggap persoalan ini tak serius, padahal ini persoalan sangat serius,”  tegas  Hadi Supeno

Hadimengingatkan sesuai Undang undang No 23 tahun 2002 tentangPerlindungan Anak, anak –anak berhak mendapat perlindungan dari ancamankekerasan dan penyalahgunaan kegiatan politik. Pelanggarnya, diancam denda dan pidana penjara. Saatnyakekerasan apapun alasannya, tak lagi mengorbankan anak, seperti Yudi dan Anto. (Fik)

Dalam format audio, hasil reportase penulis, disiarkan pula di program feature radio “Saga” KBR68H.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline