Cobalah kau hiraukan rindu yang sebenarnya sangat kau tau, atau kau sengaja berharap aku lenyap saat menantimu dipintu -- pintu waktu. Agar sabar dan rinduku hilang dengan sendiri dan kau tak merasa bersalah.
Apa salahnya jangan kau pudarkan waktu saat resapi lagi puji dan peduli tulusku yang mungkin tak terasa indah lagi, karena ada yang menawarkan sesuatu yang lebih dari sekadar ucapan tulus yang kau rasa dapat dilakukan semua pengagummu.
Mengapa tak merasa bersalah saat kau tau kekuranganku tapi tak kau coba definisikan sebagai sebuah pengertian. Menyamakannya dengan sesuatu yang sedang tumbuh dan hasilnya akan kita rasakan bersama. Apakah sesuatu yang membutuhkan proses, hanya buang waktu bagimu?
Apa salahnya kau anggap aku menyayangimu tanpa meremehkan aku akan selalu datang dan bertekuklutut dengan sebuah tepukan atau panggilan kapanpun kau inginkan?
Ataukah aku yang bersalah karena tak pernah bisa mewujudkan hal -- hal yang kau impikan, digilas mereka yang datang; yang senantiasa silih berganti membawa pujian baru dan perhatian dalam bentuk yang belum sanggup aku upayakan?
Ah... sudahlah, biarlah kau hidup dalam puja puji lain yang selalu menghampiri dan buatmu berbunga -- bunga tiap hari. Aku ingin belajar bahagia dengan menghargai diri sendiri tatkala melihatmu menari dalam rentak yang kau ciptakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H