Kecepatan atau ketepatan? Pilihan ini sulit diwujudkan berdiri sendiri menjadi sebuah keunggulan. Dipastikan semua orang ingin menjadikan opsi tersebut bersanding sebagai paket komplet saja. Jikalau terpaksa menetapkan, mungkin pilihan akan dipengaruhi semacam faktor hobi maupun profesi.
Akibat dua pilihan ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kerap jengkel terhadap sistem yang dijalankan oleh PNS atau Aparatur Sipil Negara (ASN). Presiden menganggap banyak kerja lembur yang dijalankan oleh abdi negara merupakan misi yang non esensial, sebatas menyelesaikan tuntutan laporan semata.
Dari berbagai warta terkait, cukup lama penulis mengikuti pernyataan - pernyataan presiden mengenai makna 'pelaporan kerja'. Mulai dari 2015 lepas, saat pemerintah menegaskan apabila kesalahan administrasi ditemukan dalam pekerjaan pemerintah, solusinya juga cukup bersifat administrasif saja, selama tak menimbulkan kerugian negara. Lontaran tersebut, bersambut komentar dari banyak kalangan.
Pemerintah memberikan jaminan tak memidanakan kepala daerah hanya karena misadministrasi dalam pengelolaan anggaran. Kebijakan itu untuk stimulan serapan dana serta pertumbuhan ekonomi agar bergerak pesat dan simultan. Namun, bagi Komisi Pemberantasan Korupsi tak sesederhana itu.
Setiap kebijakan baik disebabkan misadministrasi apalagi mengakibatkan kerugian keuangan adalah bentuk tindak pidana. "Selama ini pemahamannya seperti itu, hanya saja persoalannya adalah, besaran kerugian negara yang bisa ditoleransi yang dimungkinkan oleh Undang - Undang," ucap Adnan Pandu Praja, Wakil Ketua KPK kala itu, Selasa (25/8/2015).
Adnan menjelaskan, penyelenggara negara akan berurusan di ranah hukum apabila muncul kerugian negara atas kesalahan administrasi. Undang-Undang tentang Tindak Pidana Korupsi tetap bisa diterapkan kepada siapapun. Ia menilai UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan tak bersinggungan dengan UU Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan dari kacamata Sekretaris Kabinet, Pramono Anung mengatakan; terkait aturan kesalahan administrasi tak bisa dipidanakan, tercantum dalam UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Aturan itu untuk memberikan proteksi pada kepala daerah untuk cepat, tepat dan tanggap menggunakan anggarannya, papar Pramono medio 2015 lepas.
Meloncat ke 2018. Untuk kesekian kalinya, saat perwakilan organisasi akuntan publik beraudiensi ke Istana Negara, Selasa (11/12), pesiden menyelipkan persoalan laporan atau surat pertanggungjawaban (SPJ) ini. Presiden menyatakan telah mengutarakan persoalan SPJ kepada menteri-menterinya.
Ia juga mengaku kerap menjumpai PNS di pusat maupun daerah yang hanya sibuk mengurus SPJ, bahkan hingga malam. "Saya kalau ke daerah atau ke kementerian, senang. Saya waktu melihat sekolah masih nyala. Ada apa? Saya datang; kepala sekolah ada, guru ada, menyiapkan perencanaan belajar mengajar, Saya positif thinking saja. Begitu mendekat, saya tanya 'Bapak Ibu guru kok rame sampai malam, nyiapin apa?" Kami menyiapkan SPJ.
Kisah belum usai. Saat bencana gempa Lombok 2018 kemarin, presiden mengetahui bahwa anggaran perumahan yang disiapkan oleh pusat belum didistribusikan. Rumah-rumah yang rusak belum dapat diperbaiki. "Padahal uang sudah ditransfer, Saya emang orang jalanan, senang ngecek di lapangan, ternyata prosedurnya ada tujuh belas, Saya nggak tahu prosedur, pokoknya tetap dilaksanakan, akuntabilitas tetap diperhatikan. Tetapi, Saya juga minta cepat, prosedur nggak usah banyak-banyak, nggak usah 17, saya minta satu, nyatanya bisa.
Presiden banyak melihat inefisiensi dan kompleksitas melingkupi pengerjaan SPJ. Dikutip dari berita online tahun 2017, saat baru tiga pekan menjabat, kata Menkeu Sri Mulyani, presiden sudah komplain padanya. "Baru tiga pekan, Saya dibilang 'Bu Sri, itu SPJ membebani,' Saya kira itu laporan dinas, Saya baru tahu kalau itu adalah laporan pertanggungjawaban. Pak Presiden ingin ada simplikasi, laporan yang baik, nggak harus complicated," katanya di Gedung Dhanapala Kemenkeu Jakarta, Selasa (28/2/2017). Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu sepakat, sudah tak zaman lagi laporan pertanggungjawaban bertumpuk-tumpuk.