Menurut sastrawan Inggris William Shakespeare, apalah arti sebuah nama. Penulis drama legendaris Romeo dan Juliet, Hamlet serta kisah Macbeth itu menganalogikan sekuntum mawar tetaplah semerbak wanginya apapun nama yang disangkutkan padanya. Ujung-ujungnya, tergantung perspektif kita memaknai opini itu. Begitu pula dengan kepedulian kita terhadap laut. Sumber rezeki ada disana, keindahan dan petualangan juga. Bahkan harga diri bangsa bersemayam dalam hempasan ombaknya.
Kadang kita perlu mengingat kisah lampau. Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit pernah menjadi poros kebudayaan maritim di Asia. Namun, seiring perpecahan dan puncaknya masuknya Belanda ke Indonesia, pamor nusantara sebagai penguasa maritim mulai terkikis. Belanda melarang kerajaan-kerajaan nusantara berdagang langsung dengan pihak asing. Mereka memonopolinya. Lalu, di pulau -- pulau besar, mereka menyuruh warga fokus berkegiatan agraris, mengolah perkebunan untuk kepentingan Belanda, khususnya produk rempah-rempah, teh, kopi, dan komoditas lain yang bernilai tinggi di negeri Barat.
Singkat cerita, bangsa kita tersadar bahwa maritim juga merupakan simbol kedaulatan. Sejarah mencatat, empat hari setelah proklamasi kemerdekaan, tepatnya 21 Agustus 1945, kekuatan armada angkatan laut Indonesia berhasil mengambil alih total kekuasan militer Jepang atas laut Indonesia. Kita mengalahkan Jepang tak hanya didarat.
Kemudian diperingatilah tiap tanggal 21 Agustus sebagai Hari Maritim Nasional. Nama peristiwa yang kurang popular bagi masyarakat Indonesia. Sebatas diperingati secara istimewa oleh kementerian atau instansi negara terkait. Belum mengakar.
Apalah arti sebuah nama, yang penting kita mengerti dan paham sebuah makna; mungkin akan seperti itu kita menyikapinya bila setuju dengan William Shakespeare tadi. Tapi pengkodean atau penomoran dengan sesuatu yang tegas, juga sangat penting bagi banyak orang, bukti dari sebuah identitas dan keberadaan bahkan peradaban.
Potensi Laut Lokal
Predikat 'negara kepulauan' didapat Indonesia melalui kisah yang rumit. Diawali dengan Deklarasi Djuanda 1957 yang diakui sebagai kebijakan kelautan Indonesia perdana. Masa itu, pemerintah merasa kebijakan kelautan warisan Belanda sudah tak relevan dengan konsep Tanah Air yang menekankan keterpaduan tanah dan air sebagai kekuatan nasional bangsa. Dibutuhkan waktu 25 tahun bagi Indonesia mendapat pengakuan internasional sebagai negara kepulauan, yang kemudian tercantum dalam Bab IV Konvensi Hukum Laut 1982.
Sejatinya, hari maritim diperingati juga terkait dengan prosentase. Sekitar 75 persen negara kita berwujud lautan. Efeknya, Indonesia merupakan negara kepulauan dengan dua pertiga wilayahnya berupa perairan. Garis pantai ditiap pulau hampir mencapai 81.000 km dan menempatkan Indonesia diurutan kedua setelah Kanada sebagai negara yang memiliki garis pantai terpanjang didunia.
Bagi Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), laut adalah beranda sekaligus halaman belakang. Tempat menaruh harapan dan menggantungkan cita -- cita beberapa generasi. Tempat mengadu nasib untuk membeli susu anak, membeli baju sekolah, membayar cicilan, biaya berobat dan bekal untuk anak merantau agar tidak kelaparan sebelum mendapat pekerjaan.
Bagi kalangan lainnya, laut Kepri adalah 'lumbung' dan investasi maha dahsyat. Bagi pemilik pantai dan pulau nan indah, pengolah hasil bumi untuk kepentingan perusahaan raksasa, pemilik trayek angkut yang dijalankan oleh kalangan terbatas, sebagai jalur alternatif pebisnis narkotik dan penjualan orang hingga para oknum aparat yang menyulitkan atau memudahkan urusan, yang bermental pedagang.
Tak hanya simbolis sebuah lomba atau sejenisnya, tepat rasanya bila 21 Agustus tahun -- tahun mendatang dirayakan lebih meriah diseantero wilayah Kepri. Biar semua orang ingat bahwa kita adalah negeri yang jika hendak melancong dan bersilaturahim, dianugerahi laut sebagai penghubungnya. Juga agar kebijakan 'kalangan tertentu' lebih progresif dan pro laut plus masyarakat yang bergantung padanya; supaya lahir inovasi -- inovasi kebijakan lokal yang komprehensif terkait pembangunan maritim berkesinambungan; agar kelompok -- kelompok kuat di Kepri ini menata negeri dengan memperhatikan perahu -- perahu lusuh yang kian hari kian jauh melaut untuk bertahan hidup.