Lihat ke Halaman Asli

Shofyan Kurniawan

Arek Suroboyo

Review Film One Night Stand: Kisah Cinta ala Murakami

Diperbarui: 21 Januari 2022   06:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image by: ig @adriyantodewo

"Datang akan pergi. Lewat 'kan berlalu. Ada 'kan tiada. Bertemu akan berpisah."

Lagu berjudul "Sampai Jumpa" bikinan Endank Soekamti ini masih terngiang di telinga saya beberapa saat selepas saya menonton film "One Night Stand". Lagu ini betulan mewakili isi dari film ini, dan menjadi penutup yang manis atas kisah cinta satu malam antara Baskara (Jourdy Pranata) dengan Lea (Putri Marino).

Film ini dibuka dengan adegan panas antara Baskara dengan pacarnya yang kelak bakal menjadi mantan dan bikin Baskara patah. Adegan seks tersebut saya kira merupakan kenang-kenangan perpisahan, sebelum pacarnya itu pergi ke luar negeri. Sejak saat itu mereka pun resmi menjalin LDR. Dan sebagaimana yang kerap terjadi, LDR lebih sering berujung pahit.

Tanpa pemberitahuan "kapan waktu kejadian", adegan berpindah di scene saat Baskara baru sampai di Jogja. Dia bakal menghadiri dua acara sekaligus dalam sehari. Yaitu, upacara pemakaman dan pernikahan. Dua hal yang saya rasa cukup berlawanan, mewakili perpisahan dan pertemuan.

Di bandara, dia bertemu Lea, seorang perempuan yang diminta oleh Om Rendra untuk mengantarnya ke lokasi pemakaman. Selama perjalanan, mereka mengobrol dengan akrab, dan sepanjang film, kedekatan mereka makin nyata hingga terjadilah kisah cinta satu malam itu.

Cerita ala Murakami

Murakami seorang novelis Jepang, kerap menghadirkan tokoh-tokoh dalam karyanya lewat gambaran masyarakat urban kelas menengah dengan beragam masalahnya. 

Jika Anda pernah membaca karya beliau, misal, "Norwegian Wood", Anda bakal mendapati tokoh-tokoh di dalamnya kerap menyimpan kisah pahitnya sendiri.

Kunci untuk menuju kisah itu, biasanya akan mereka bagi kepada orang yang mereka anggap layak---lebih ke orang yang mereka anggap mau mendengarkan dengan saksama. 

Seringkali, orang tersebut adalah orang yang hidupnya lurus-lurus saja. Bisa dibilang, orang yang tak punya warna. Jika mengacu ke "Norwegian Wood", sosok tersebut sangat diwakilkan sekali lewat jati diri Watanabe---atau Tazaki dalam novel "Tzukuru Tazaki dan Tahun Ziarahnya". Di film ini, sosok tersebut diwakili oleh Baskara. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline