Lihat ke Halaman Asli

Shofyan Kurniawan

Arek Suroboyo

Review Film "The Matrix: Resurrections", Ekspektasi Saya Ketinggian

Diperbarui: 25 Desember 2021   08:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image by: @thematrixmovie

Nostalgia tak selalu berujung manis dan itulah yang diajarkan film The Matrix: Resurrections. Jika diibaratkan, film ini layaknya anak manis dan baik yang menjadi temanmu dua puluh tahun silam, lalu suatu ketika kau bertemu kembali dengannya dan mendapati dia telah banyak berubah---tepatnya menjadi bajingan. Kau kaget betul lalu membencinya.

The Matrix 4 masih diampu oleh sutradara yang sama: Lana Wachowski. Diceritakan bahwa Neo sang juru selamat, telah melupakan jati dirinya sebagai The One dan berganti nama menjadi Thomas Anderson.

Sebagaimana kita tahu, sebagai penonton trilogi The Matrix, tentunya mengingat bagaimana nasib Neo di sekuel ketiga. Neo mengorbankan dirinya demi memutus perang antara manusia dengan mesin. Ternyata di sekuel keempat ini diceritakan tubuh Neo diamankan oleh bangsa mesin, hingga akhirnya ditemukan kembali oleh Bugs (Jessica Henwick), seorang prajurit Zion yang mengidolakan Neo.

Tanpa menyadari kalau dia sebenarnya tenggelam di dunia simulasi, Neo alias Anderson memiliki identitas baru sebagai perancang game ternama trilogi The Matrix. Dia bekerja di perusahaan milik Agent Smith (Jonathan Groff, bukannya Hugo Weaving).

Anderson seolah jenuh dengan hidupnya. Dia mengalami depresi berat. Dia dibuat gelisah oleh kilasan balik di pikirannya, apakah trilogi game yang diciptakannya sebetulnya nyata atau hanya imajinasinya. Karena depresinya inilah dia menemui The Analyst (Neil Patrick Harris), psikiaternya, yang mencekokinya pil biru agar dia tetap melupakan ingatannya soal Trinity, Morpheus, Zion, dan jati dirinya sebagai The One.

Kemunculan Morpheus muda (dengan kesan komikalnya) membuat Anderson makin bingung. Hingga akhirnya Morpheus memberinya pil merah yang membangunkannya dari tidur panjangnya.

Bersatunya Neo dan Trinity

Trilogi The Matrix sebenarnya bercerita soal peretas bernama Neo yang diharapkan mampu melewati semua batasan di dunia The Matrix. Tujuannya jelas untuk mengakhiri perperangan antara bangsa mesin dengan manusia. Sebelum Neo, sudah banyak peretas yang mencoba masuk ke bagian terdalam The Matrix, namun selalu berujung kegagalan. Trilogi ini sebetulnya mengajakmu membayangkan segala program komputer, bahasa mesin yang biasanya berupa deretan angka atau matriks, digambarkan sebagai sebuah kota beserta manusia di dalamnya dengan fungsinya masing-masing. Tugas Neo dan rekan-rekannya adalah masuk ke bagian terdalam The Matrix untuk mengatasi masalah (virus) yang menjadi penyebab peperangan manusia dengan bangsa mesin. Masalah itu bernama Agen Smith, villain utama trilogi tersebut.

Jika melihat trilogi tersebut, sebetulnya tugas Neo dan rekan-rekannya telah rampung. Sebagai trilogi, ketiga film itu sudah padat dan kiranya sudah tak bisa diapa-apakan lagi. Dan inilah yang membingungkan, di manakah kiranya film keempat ini harus direkatkan untuk (lebih) mengutuhkan trilogi sebelumnya?
Nyatanya tak ada tempat yang tepat. Film keempat ini lebih layak dianggap sebagai spin off saja, film yang terpisah dari trilogi utamanya. Kenapa begitu?

Karena ...

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline