Lihat ke Halaman Asli

Shofyan Kurniawan

Arek Suroboyo

Review Film "Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas": Seperti Truk Kelebihan Muatan

Diperbarui: 11 Desember 2021   08:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image: ig @palarifilms

"Hanya pria yang enggak bisa ngaceng, bisa berkelahi tanpa takut mati."

Cerita film ini berangkat dari kalimat di atas. Ajo Kawir, anak kampung Bojongsoang, tak bisa ngaceng gegara trauma pada suatu malam jahanam. Pada malam itu dia dipaksa ngentot oleh dua polisi yang memergokinya karena mengintip aksi mereka saat sedang memerkosa Rona Merah.

Sejak malam itu 'burung' miliknya tertidur pulas. Beragam usaha sudah ditempuh Ajo untuk membangunkan 'burung'nya itu dan berujung kegagalan. Kegagalan ini nyata betul diwakilkan lewat interaksi Ajo dengan seorang pelacur: "Tidak ada yang paling menghinakan seorang pelacur selain burung yang tak bisa berdiri."

Didorong keputusasaannya itu, Ajo menjelma jadi pria yang doyan berkelahi, seolah-olah itulah cara lain baginya untuk menunjukkan kejantanannya. Siapa pun yang berani mempertanyakan kejantanannya, dia ajak adu jotos. Siapa pun orangnya yang patut menerima hukuman, bakal dihantamnya. Kelakuannya inilah yang membawa dia pada pertemuannya dengan Iteung, gadis yang kelak bakal jadi istrinya.

Pertemuan dengan Iteung memberi warna di hidup Ajo. Dia mendadak tobat. Namun lagi-lagi masalah pada 'burung'nya menyusahkannya dan membawa cukup kerusakan.

Maskulinitas Beracun

Melalui 'burung' Ajo Kawir yang tak sanggup bangun, film ini jelas hendak menyinggung anggapan soal kejantanan yang kadung beredar di masyarakat kita. Di mana seorang pria dinilai jantan ketika dia bisa menggunakan 'burung'nya dengan baik.

Isu tersebut menciptakan semacam kompetisi. Misalnya, mereka akan bangga ketika 'burung' mereka bisa besar dan panjang, sehingga kerap menempuh beragam cara guna menyempurnakan 'perkakas' mereka itu. Belum lagi soal ketahanan di atas ranjang, sehingga obat-obatan penjaga penis agar lama ngaceng laku terjual.

Di film ini kita dapat melihat betapa Ajo terobsesi pada kejantanan dan betapa itu selalu mampu membuatnya putus asa. Dia seolah merasa kurang laki gegara 'burung'nya tak bisa ngaceng; dan dia pun melampiaskannya lewat perkelahiannya yang tak kunjung usai. Seakan-akan dengan menjadi pria yang jago berkelahi, kejantanannya sebagai lelaki tak bakal diragukan.

Lewat Mono Ompong juga--yang sayangnya di film ini tak digali lebih mendalam--isu lainnya muncul. Selepas berkelahi dan mendapat uang hasil taruhan, Mono berujar bakal melatih 'burung'nya agar tak cepat ejakulasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline