Lihat ke Halaman Asli

Al-Ghazali dan Kemunduran Intelektual Muslim

Diperbarui: 28 April 2023   22:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber ilustrasi: oumma.com

Imam Al-Ghazali mempunyai nama lengkap Abu Hamid Ibn Muhammad Ibn Ahmad Al-Ghazali, Ia dikenal sebagai bapak tasawuf modern. ia dilahirkan di daratan Iran, Ia sempat mempelajari ilmu tasawuf dan mengembangkannya. Al-Ghazali dilahirkan pada 1058 Masehi atau 450 Hijriah di Thus, Khurasan, Iran. Arti dari nama Ghazali ini merujuk pada pekerjaan yang dilakukan ayahnya yaitu tukang tenun atau tukang pintal benang dan desa tempat kelahirannya yaitu desa Ghazali. Imam Al-Ghazali dikenal sebagai seorang filsuf Muslim Persia yang terkenal di dunia Barat pada abad pertengahan. Ia juga memiliki banyak karya yang memengaruhi sejarah peradaban Muslim dan pengaruhnya berdampak pada masa kini. 

Seperti yang kita ketahui peradaban islam pernah menjadi peradaban yang sangat maju dimasanya yaitu sekitar tahun 750 m–1258 m dibawah kekuasaan dinasti Abbasiyah, ketika itu banyak filsuf, ilmuwan dan insinyur di dunia Islam menghasilkan banyak kontribusi untuk perkembangan teknologi dan budaya. Menariknya tidak hanya dari golongan muslim saja yang memberikan kontribusi tapi juga dari berbagai golongan lain seperti golongan nasrani, yahudi, majusi dan berbagai golongan yang ada pada saat itu. Ini membuktikan bahwa keberagaman menjadi salah satu kunci kesuksesan sebuah peradaban. 

Semua itu berubah saat mulai memasuki akhir abad ke-11 dimana peradaban islam mengalami kemunduran intelektual. Salah satu alasan yang banyak dibahas oleh ahli sejarah di akhir abad ke-19 adalah peranan Al-Ghazali didalamnya yang disebut sebagai "tesis kemunduran". Tetapi apakah hal itu benar adanya? atau ada faktor lain? mari kita cari tahu jawabannya.

Sumber ilustrasi: ganaislamika.com

Sekiranya ada 2 faktor yang akan saya jelaskan yang pertama adalah faktor dari Al-Ghazali itu sendiri dan yang kedua adalah persekutuan ulama-negara.

Faktor pertama yaitu pengaruh teologi mistik dari Al-Ghazali, pengaruh teologi mistik Al-Ghazali ini memengaruhi jutaan umat muslim di dunia menjadi umat yang mudah pasrah dan tidak mempunya semangat mengembangkan ilmu pengetahuan. Dalam buku Lost Enlightenment yang ditulis oleh Starr disebutkan bahwa menurut Al-Ghazali akal rasional bersetatus lebih rendah dan tidak diizinkan untuk menentang pengetahuan yang diperoleh melalui intuisi mistik dan tradisi. 

Ghazali menganggap ilmu-ilmu nonkeagamaan sebagai ancaman potensial bagi keimanan, dan para filsuf hampir pasti tidak beragama. Tetapi argumen di atas merupakan argumen yang cukup lemah karena dalam perjalanan hidupnya ia terkadang tidak konsisten dengan gagasan yang ia ciptakan dan gagasannya cukup rumit, contohnya adalah karyanya yang berjudul Misykatul-Anwar (Relung Cahaya) yang berisi tentang pengakuan adanya sebab perantara yang bertentangan langsung dengan pandangan Asy'ariyah. Sikapnya terhadap ilmu nonkeagamaan juga tidak selalu negatif terutama saat setelah menulis tentang matematika Ghazali memperingatkan umat muslim agar selalu menggunakan potensi otaknya, Ghazali pun sangat menghargai akal manusia sebagai hal pertama dan paling mulia yang diberikan oleh Allah SWT

Mengapa gagasan dan penafsiran ortodoks yang digagas oleh Ghazali lebih mendominasi daripada penafsiran lainnya yang lebih peduli terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan? jawabannya adalah karena Ghazali memiliki relasi kekuasaan dengan negara militer. Peran utama Ghazali dalam hal ini adalah pembentukan ortodoksi Sunni yang mengakibatkan kemerdekaan berpikir menjadi dilarang bahkan terkadang pelakunya dicap sebagai orang murtad. Dalam buku yang ditulis oleh Ghazali yang berjudul Tahafut al-Falasifah ada 3 perkara yang membuat orang itu murtad; pertama ialah orang yang mengatakan bahwa dunia ini abadi, yang kedua yang menyatakan bahwa pengetahuan Allah SWT hanya tidak mencakup hal-hal tertentu yang terikat waktu diantara manusia yang ada, dan yang terakhir adalah penolakan atas kebangkitan kembali manusia dan pengumpulan manusia pada hari pengadilan. Jadi rasanya Al-Ghazali tidak bisa dijadikan faktor tunggal dalam permasalahan ini dikarenakan yang sudah disebutkan tadi ia memiliki gagasan yang cukup rumit dan terkadang tidak konsisten dengan gagasannya sendiri.

Yang kedua adalah persekutuan ulama-negara, Ahmet T. Kuru dalam bukunya yang berjudul Islam Otoritarianisme dan Ketertinggalan menjelaskan bahwa salah satu penyebab kemunduran intelektual umat islam adalah persekutuan ulama-negara. Singkatnya persekutuan ini menyebabkan kebebasan berpikir di kalangan ulama, ilmuwan dan filsuf menjadi terhambat dikarenakan apabila mereka tidak satu pemahaman maka konsekuensi nya adalah eksekusi ataupun hukuman penjara, selain itu juga ekonomi dan pengembangan ilmu pengetahuan menjadi tersingkirkan dan lebih berfokus kepada kekuatan militer. Dalam bukunya ia menjelaskan bahwa saat para ulama memiliki posisi yang independen dari pemerintahan, peradaban islam cenderung maju. Saat ulama dan negara bersekutu, perkembangan ilmu pengetahuan menjadi mandek tidak seperti sebelumnya dimana ulama memiliki independensi dari negara sehingga menghasilkan banyak cendikiawan yang pengaruhnya sampai ke dunia barat.

Sumber ilustrasi: ganaislamika.com

Selain faktor yang sudah disebutkan diatas ada beberapa faktor lain yang menyebabkan kejayaan peradaban islam ini harus berakhir yaitu umat islam mulai kehilangan rasa ingin tahu akan ilmu pengetahuan dan yang tidak kalah penting adalah invasi yang dilakukan oleh militer mongol. Dari sini kita bisa mengambil pelajaran bahwa kemajuan peradaban bisa dicapai jika masyarakat bisa berpikir tebuka, toleran dan selalu mengembangkan ilmu pengetahuan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline