Pada awal sejarah peradaban islam, dunia muslim lebih unggul dalam bidang keilmuan dan ekonomi daripada dunia barat hal ini terjadi karena dunia muslim menganggap para pedagang dan ilmuwan memiliki status yang tinggi, sedangkan di eropa kondisinya berbanding terbalik, disana para pemuka agama dan pejabat militer memiliki status kekuasaan yang tinggi sehingga para pedagang dan ilmuwan tersingkirkan. Sepanjang Abad ke-8 sampai ke-11 dunia muslim sangat progresif, pada era itu lahir para filsuf, ilmuwan dan ulama yang jenius contohnya Al-Farabi filsuf yang dijuluki guru kedua setelah Aristoteles, Al-Khawarizmi ahli matematika penemu aljabar yang dari namanya kita mengenal algoritma, Ibnu Khaldun Perintis ilmu sosial dan masih banyak lagi. Menariknya lagi mereka ini sebenarnya adalah seorang polimatik atau jenius dibeberapa bidang sekaligus. Karya-karya Mereka kemudian jadi pondasi sains modern dan kontribusinya masih kita rasakan sampai sekarang.
Di abad ke-7 hingga ke-11 para ulama dan ilmuwan sama sekali tidak menerima pendanaan dari pemerintah, Jika para ulama dan ilmuwan tidak diberi dana oleh pemerintah maka darimana dana untuk pengembangan ilmu pengetahuan tersebut? jawabannya adalah dari aktivitas perdagangan, antara abad ke-7 hingga ke-11 kebanyakan para ulama dan ilmuwan muslim mendapatkan dana dari aktivitas perdagangan, sangat sedikit yang menjadi pelayan negara oleh karena itu kelas pedagang menjadi kelas yang sangat berpengaruh. Hal ini terjadi karena para ulama dan ilmuwan muslim tidak mau mendapatkan tekanan dari pemerintah, para ulama dan ilmuwan islam sangat mementingkan kemandirian karena mereka takut tafsiran dan penemuan-penemuan mereka dimonopoli oleh pemerintah sehingga ilmu yang dikembangkan tidak benar-benar untuk kepentingan publik melainkan untuk politik. Alasan ini bisa ditelusuri dari asal-usul Dinasti Umayyah sekitar tahun 661 masehi saat Khulafaur Rasyidin bubar penerusnya adalah Dinasti Umayyah yang didirikan oleh Muawiyah. Bagaimana cara Muawiyah mengkonsolidasikan kekuasaan? salah satunya adalah dengan mengekseusi seluruh keturunan nabi Muhammad. kejadian itu membuat ulama dan ilmuwan satu suara yaitu penguasa ternyata cenderung korup dan tidak bermoral. Ahmad bin Hanbal, dan Sufyan Tsauri menyatakan bahwa ulama dilarang mengambil uang dari Negara.
Jika dipersentasekan sekitar (22%) merupakan pedagang makanan, (13%) pedagang kelontong, (11%) pedagang atau perajin kulit, logam, kayu, atau tanah liat, (9%) pedagang perhiasan dan/atau minyak wangi, (8%) pelaku jasa keuangan, (5%) penjual buku, penyalin buku dan penjual kertas, beberapa bekerja sebagai guru pribadi (8%), pemeriksa saksi (3%) dan hanya (8,5%) yang menduduki tempat di pemerintahan. Meskipun begitu ada beberapa program yang didanai oleh pemerintahan salah satunya adalah pembangunan Baitul Hikmah yang diresmikan oleh Khalifah Harun ar-Rasyid dan juga pendirian beberapa sekolah dan perpustakaan di Cordoba yang didanai oleh Khalifah Hakam II.
Semua pencapaian tersebut harus hancur saat dinasti Abbasiyah mendirikan Negara militer-suni sebuah istilah yang merujuk pada aliansi ulama yang dekat dengan penguasa untuk menciptakan kekuatan militer yang kuat tetapi mengenyampingkan ekonomi dan IPTEK, hasilnya adalah persekusi terhadap beberapa ulama dan ilmuwan yang tidak satu pemahaman. Belum lagi ada kebijakan sistem pajak atas tanah dan hasil pertanian, sistem tersebut sangat tidak menguntungkan posisi pedagang hal tersebut menyebabkan proses penemuan-penemuan di bidang ilmu pengetahuan semakin susah. Oleh karena itu Muslim memerlukan kaum intelektual yang kreatif dan pedagang atau pengusaha yang independen agar bisa mengembalikan kejayaan yang sudah di bangun berabad-abad lalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H