Lihat ke Halaman Asli

Memuji Siswa, Bukan untuk Menguji; Ujian

Diperbarui: 24 Juni 2015   11:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

adalah tidak diketahui, bilamana kata ujian mulai lebih sering terdengar bagai sesuatu yang menyedihkan, atau bahkan menakutkan. Dan hal ini memang termaktub di KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) secara tekstual. Kami pun dulu juga sering merasa adrenalin kami meninggi dan gerak tubuh menjadi cepat, manakala kami diperdengarkan kata "ujian" dan sebagainya.

Baru sebulan (27 Mei - 26 Juni 2013) kami bertugas sebagai pendidik untuk pendidikan anak-anak Indonesia di Sabah-Malaysia, banyak hal sudah kami alami. Baik ranah pendidikan itu sendiri, maupun seksi sosial kemasyarakatan di sini.

Dan, satu hal terjadi -yang akhirnya membuat kami ingin berbagi dengan pembaca sekalian- di tempat tugas kami, Ladang Cepat-KPD, Beaufort, Sabah, Malaysia. Di sini, kami memaksa keadaan untuk beradaptasi dengan kami, itu awalnya. Tapi akhirnya, kami pun yang memaksa diri untuk dapat beradaptasi dengan situasi di sana. Dan pengajaran yang kami lakukan di sana bersistem: multi grade. Sebagai info tambahan, tidak sedikit pula usia anak didik kami hanya berbeda 2-3 tahun dari para pendidik, namun dengan jenjang pendidikan yang bukan lagi sepatutunya.

Berkaitan dengan judul kami di atas, kami menyadari bahwa kemampuan ekspansi otak dan pengetahuan mereka terhad (terbatas) dengan hal-hal yang sering mereka jumpai sehari-hari. Maka, saat ulangan, kamipun mengadakan sortir soal yang kemudian di lanjutkan dengan editing. Entah kami yang berlebihan dalam membuat opsi jawaban, atau memang itulah fakta di lapangan, bahwa anak-anak Indonesia di sini memang memiliki knowledge yang tidak banyak tentang Tanah Air mereka, Indonesia.

Maka, kami teringat sebuah kalimat: "Ujian itu haqiqi-nya  untuk memuji siswa, bukan untuk menguji mereka". Dan tentunya terlepas dari kontroversi yang sudah, sedang, dan akan ada mengenai hal tersebut. Untuk soalan SBK di atas, saya yakin mereka pun merasa jawaban mereka benar, menurut mereka. Karena, sehari-hari mereka diperdengarkan dengan lagu-lagu seputar: dangdut, pop-dut (dangdut-pop), dangdut-rock, dan dangdut-melayu.

Di luar ekspektasi kita sebagai pendidik, mereka (sesuai karakteristik anak) sangat puas hati jika dipuji. Dan pujian tidak selalu berbentuk verbal (lisan), hadiah (barang), dan sebagainya, namun juga bisa datang dari 'nilai ulangan' mereka. Lalu, semasa saya berbincang bebas dengan kawan, kami membicarakan tentang seseorang yang bernama "Munif Chatib", seorang yang berperspektif  dan getol mengupas Multiple Intelligences. Lalu saya membatin, "Pak Chatib, setuju deh sama kamu..."

Karena, saya pun menakuti hal yang juga ditakuti para orang tua disini: Enggan untuk pergi belajar (baik di sekolah ataupun di dewan pendidikan yang mengadakan ujian/ ulangan untuk menguji mereka sebelum naik jenjang). Semoga dengan niat perubahan sudut pandang, dan teknis ujian/ ulangan para pendidik, dapat memberi stimulus anak-anak Bangsa agar lebih bernafsu dan haus akan belajar.

Mari menguji untuk memuji.

bilik rumah kayu, Ladang Cepat-KPD

Beaufort, Sabah, Malaysia.

June 27th, 2013.

5.47 a.m.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline