Lihat ke Halaman Asli

Sang Mata

Diperbarui: 12 November 2024   14:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com


Di antara riuhnya pikiranku yang berbisik,  
kuselami lautan logika yang tak bertepi,  
mencari makna dalam serpihan ingatan,  
dan bertanya, siapakah aku dalam sunyi?

Ketika kubincangkan rahasia dengan hatiku,  
bertemu dengan intuisi yang jujur tak terbendung,  
di sanalah dorongan murni berbisik lembut,  
seolah berkata, "Aku hanyalah jalan menuju-Nya."

Kemudian, kulihat emosiku membentuk warna,  
gelombang perasaan mengalir tanpa henti,  
kadang tenang, kadang bergolak bagai badai,  
menggiring tanya, apa makna dari diri ini?

Namun, di balik semua yang bergejolak dan bergerak,  
aku menyadari ada yang tetap, yang diam dalam damai,  
aku bukan hanya pikiran, bukan sekadar rasa,  
aku adalah saksi, jiwa yang melihat segalanya.

Menyaksikan, bukan terikat; merasakan, tanpa larut,  
aku adalah kesadaran yang dalam, yang menyatu dengan-Nya,  
ruh suci yang ditiupkan dalam kehidupan fana,  
abadi dan sunyi, namun tak pernah jauh dari cinta-Nya.

Ya Rabb, Engkaulah tujuan dari perjalanan ini,  
dalam pencarian diri, kutemukan kehadiran-Mu,  
karena dalam fitrah yang Engkau tiupkan di hati,  
terhampar ketenangan abadi, kedamaian sejati.

Di sini, dalam bisikan-bisikan yang mengalir di batin,  
kutemukan jawab, "Aku hanyalah hamba-Mu,"  
dan segala yang kucari, segala yang kuselami,  
hanyalah langkah menuju Engkau, yang Maha Hakiki.

Di balik tirai pikiran yang gemuruh,  
kudengar suara lembut yang tak terjamah waktu,  
suara sunyi yang berbicara pelan,  
mengajak hati ini bertanya,  
"Siapakah engkau dalam semesta yang luas?"

Di dalam ruang batin yang teduh,  
kusemakin menyelam ke kedalaman rasa,  
bercakap dengan hati yang diam-diam berbisik,  
mendengarkan intuisi tanpa suara,  
meraba dorongan yang murni, tulus, tanpa rupa.

Lalu kujumpa emosi yang menari liar,  
dalam warna-warna yang menyelubungi jiwa,  
kadang tenang bak lautan pagi,  
kadang bergelora seperti badai yang liar.  
Namun di baliknya, ada Aku yang tak pernah goyah.

Aku bukan sekadar pikiran yang melayang,  
bukan sekadar hati yang bergetar dalam cinta,  
bukan sekadar emosi yang silih berganti,  
Aku adalah saksi, sang pengamat setia,  
kesadaran yang menyelubungi segalanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline