Lihat ke Halaman Asli

Etika Politik Sun Tzu dan Mahapatih Gajah Mada dalam Konteks Momentum Demokrasi Pilkada 2024

Diperbarui: 27 September 2024   20:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Etika politik dan kekuasaan yang diajarkan oleh Sun Tzu dalam "The Art of War" serta yang ditunjukkan oleh Mahapatih Gajah Mada dapat memberikan wawasan yang relevan dalam konteks pemilu kepala daerah (Pilkada) 2024, terutama di Indonesia. Keduanya menawarkan panduan strategi dan kepemimpinan yang dapat diaplikasikan dalam menghadapi tantangan politik modern, termasuk dalam memperebutkan kekuasaan dengan cara yang beretika.

Sun Tzu: Strategi dan Kecerdikan

Strategi Jangka Panjang

Sun Tzu menekankan pentingnya "perencanaan strategis". Dalam Pilkada 2024, para calon pemimpin dan tim kampanye mereka harus mempersiapkan strategi yang matang, termasuk pemetaan kekuatan dan kelemahan lawan, serta memahami aspirasi masyarakat. 

Dalam kata-kata Sun Tzu, "Kenali dirimu, kenali musuhmu, maka kamu tidak akan kalah dalam seratus pertempuran."

Kecerdikan dan Fleksibilitas

Sun Tzu juga mengajarkan pentingnya fleksibilitas dalam menghadapi dinamika yang terus berubah. Ini bisa diterapkan dalam bagaimana para politisi harus mampu "beradaptasi dengan perubahan preferensi pemilih", serta merespons isu-isu kontemporer yang mendominasi agenda politik.

Etika dalam Kemenangan

Meski fokus pada strategi untuk menang, Sun Tzu juga menekankan bahwa "kemenangan tidak harus dicapai dengan cara-cara yang destruktif". 

Dalam konteks demokrasi, ini berarti pentingnya bersaing secara sehat, tanpa menyebarkan berita bohong atau melakukan politik uang.

Gajah Mada: Sumpah Palapa dan Integritas

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline