Lihat ke Halaman Asli

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK): Harapan Dunia Kerja yang Justru Menjadi Penyumbang Pengagguran Terbesar

Diperbarui: 28 November 2024   23:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Indonesia bertujuan untuk mempersiapkan tenaga kerja yang terampil dan siap pakai di dunia industri. Namun, meskipun secara teoritis lulusan SMK dipersiapkan untuk bekerja langsung setelah lulus, kenyataannya justru menunjukkan angka pengangguran yang tinggi di kalangan mereka. Permasalahan ini tidak hanya terletak pada sistem pendidikan yang ada, tetapi juga pada dinamika pasar kerja, perkembangan teknologi, serta kebijakan-kebijakan yang kurang memadai dalam mendukung lulusan SMK agar siap bersaing di dunia kerja.

Data Pengangguran SMK yang Meningkat

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada Februari 2023 tercatat sekitar 5,86%, dan sebagian besar dari angka ini berasal dari lulusan SMK. Pada tahun yang sama, angka pengangguran di kalangan lulusan SMK mencapai 10,53%, yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan lulusan perguruan tinggi (3,89%) dan lulusan SMA (6,73%) (BPS, 2023).

Tingkat pengangguran yang tinggi di kalangan lulusan SMK ini mencerminkan adanya ketidaksesuaian antara kemampuan yang dimiliki oleh lulusan SMK dengan kebutuhan dunia kerja yang terus berkembang. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun mereka memperoleh pendidikan keterampilan, lulusan SMK sering kali tidak siap menghadapi tuntutan industri yang sesungguhnya.

 Kesenjangan Keterampilan antara Kurikulum SMK dan Dunia Kerja

Salah satu penyebab utama tingginya angka pengangguran di kalangan lulusan SMK adalah kesenjangan antara kurikulum yang diajarkan di sekolah dan kebutuhan industri. Meskipun SMK dirancang untuk memberikan pendidikan vokasi dengan keterampilan yang relevan, kenyataannya banyak lulusan yang merasa kurang siap dalam menghadapi tuntutan dunia kerja.

Menurut survei World Bank pada 2021, sekitar 60% lulusan SMK di Indonesia tidak bekerja sesuai dengan bidang keahliannya. Salah satu alasan utama adalah bahwa kurikulum yang diterapkan di banyak SMK sering kali tidak disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan pasar yang dinamis. Sebagai contoh, banyak program keahlian yang masih mengajarkan keterampilan-keterampilan yang sudah usang atau tidak relevan dengan teknologi terbaru, seperti di sektor manufaktur, di mana otomatisasi dan penggunaan robot semakin mendominasi.

Selain itu, sejumlah program keahlian di SMK tidak fokus pada keterampilan yang lebih umum dibutuhkan di pasar kerja, seperti keterampilan digital, kemampuan analisis data, atau manajemen proyek. Keterampilan seperti ini menjadi semakin penting, mengingat semakin banyak industri yang beralih ke teknologi digital dan otomatisasi.

 Krisis Industri dan Ketidakstabilan Ekonomi

Selain masalah ketidaksesuaian kurikulum, faktor ekonomi dan krisis industri juga berkontribusi besar terhadap tingginya angka pengangguran di kalangan lulusan SMK. Pasar tenaga kerja Indonesia yang terus berubah, ditambah dengan krisis global dan dampak pandemi COVID-19, menyebabkan banyak perusahaan mengurangi perekrutan tenaga kerja baru atau melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Pada tahun 2020, Indonesia mengalami dampak besar akibat pandemi COVID-19, yang menyebabkan banyak perusahaan, terutama di sektor informal dan manufaktur, mengalami penurunan produksi dan penutupan usaha. Data BPS menunjukkan bahwa pada Agustus 2020, tingkat pengangguran di Indonesia mencapai 7,07%, yang didominasi oleh kalangan lulusan SMK.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline