Lihat ke Halaman Asli

Anggur dan Cinta yang Fana dalam Sajak-Sajak Chairil Anwar dan Umar Khayyam

Diperbarui: 19 November 2023   00:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Buku Puisi. (Sumber: pixabay)

Penyair terbesar kita, Chairil Anwar, dalam sajaknya berjudul Tuti Artic, menggambarkan kehidupan dunia yang fana dalam salah satu baitnya, seperti ini;

Pilihanmu saban hari menjemput, saban kali bertukar;
Besok kita berselisih jalan, tidak kenal tahu;
Sorga Hanya Permainan Sebentar

Dari baris-baris sajaknya yang indah itu, Chairil secara implisit menggambarkan kehidupan dunia yang menyenangkan dan indah bagaikan surga namun toh pada akhirnya lekas memudar dan begitu cepat terlupakan. 

Surga yang dimaksudkan Chairil tidak lain adalah kesenangan duniawi dimana sajak itu ia ciptakan berdasarkan pengalaman romantik semasa hidupnya. 

ilustrasi: Mural Chairil Anwar di Salihara Arts Center, Jakarta, Jumat (29/10/2022) malam. (Foto: KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA)

Di baris berikutnya dari sajak yang sama, Chairil mempertegas bahwa di kehidupan dunia ini kita semua sama saja, mudah merasa asing satu sama lain dan lekas kesepian.

Aku juga seperti kau, semua lekas berlalu,
Aku dan Tuti + Great + Amoi,...hati terlantar
Cinta adalah bahaya yang lekas jadi pudar

Namun menjelang akhir hidupnya, dalam sajaknya yang lain, Derai-Derai Cemara, Chairil menggambarkan kehidupan dunia dengan agak skeptis dan pesimistik. 

Berbeda dengan sajak Tuti Artic yang ia ciptakan beberapa tahun sebelumnya yang mengharu-biru, Chairil menggambarkan kehidupan dunia dalam sajak Derai-Derai Cemara dengan agak muram karena suatu problem eksistensialisme dirinya yang mengakui kekalahan dan ketidakberdayaan dalam hidupnya, seperti ini;

Hidup hanya menunda kekalahan
Tambah terasing dari cinta sekolah rendah
Dan tahu ada yang tetap tidak diucapkan
Sebelum pada akhirnya kita menyerah

Umar Khayyam. Sumber Gambar: zen.yandex.ru via pinterest.com

Berbeda dengan Chairil yang menggambarkan kehidupan dunia yang fana dengan kaitan perkembangan pasang-surut kehidupannya.

Penyair Persia abad 11, Umar Khayyam, dalam bait-bait rubaiyyat-nya nyaris menggambarkan kehidupan dunia dengan ungkapan yang konsisten dalam skeptisisme-nya yang menggugat dan mempertanyakan eksistensialisme dirinya dalam kehidupan dunia ini, begini;

Meski tampan wajahku dan indah warna kulitku,
Pipi bagai bunga tulip, bentuk tubuh pohon saru;
Namun tak jelas kenapa Pelukis Baka meriasku demikian,
Untuk tampil di bedeng pertunjukan dunia yang berdebu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline