Lihat ke Halaman Asli

Trimanto B. Ngaderi

Penulis Lepas

Mengetahui "Apa yang Penting" di Era Milenial

Diperbarui: 3 Desember 2018   19:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Di kota atau di desa, semakin hari orang semakin sibuk. Sibuk dengan urusan pekerjaan, bisnis, keluarga, sosial kemasyarakatan, dan urusan-urusan lainnya. Kesibukan yang cukup menguras energi, waktu,dan emosi kita. Ada yang bekerja hingga malam hari, ada pula yang pergi sampai berhari-hari. Hari yang penuh dengan aktivitas. Hari-hari yang sangat melelahkan, sekaligus membosankan.

Ada banyak sekali acara. Entah dari kantor, rekan bisnis, keluarga besar, atau lingkungan tempat tinggal. Ada lagi undangan seminar, event, rapat, musyawarah, kumpul-kumpul, atau apalah namanya. Semuanya itu, jika kita tidak selektif dan menentukan prioritas, maka akan sangat menguras energi dan waktu kita. Hingga keluarga bisa terabaikan, kepentingan diri sendiri terlupakan.

Masyarakat milenial memiliki kesibukan baru, yaitu melakukan aktivitas media sosial. Kesibukan baru dengan menggunakan teknologi terkini, smartphone. Perkembangan media sosial yang begitu cepat dan masif telah mengubah banyak hal orang di seluruh dunia. Berubahnya gaya hidup,kebiasaan, perilaku, cara berpikir, cara pandang, termasuk cara kerja. Media sosial telah menembus batas-batas ruang dan waktu, menembus pula batas-batas suku bangsa, ras, agama, geografi, latar belakang sosial dan budaya; bahkan batas-batas antarindividu pun nyaris lenyap.

Orang-orang yang bermedia sosial tak lagi mengenal ruang dan waktu. Smartphone selalu ada dalam genggaman, atau setidaknya selalu ada di saku celana kita atau di tas kita. Ia membersamai kita di mana pun dan kapan pun. Ia lebih dari teman, sahabat, atau bahkan pasangan kita. Kita senantiasa memegangnya, membukanya, dan tentu mengoperasikannya.

Di mana-mana: di kantor, di sekolah, di jalan, di atas gunung, di sawah, bahkan di toilet; semua orang sibuk dengan HP-nya masing-masing. Mereka senantiasa menyentuhkan ujung jarinya ke layar. Seakan selalu ada hal yang penting. Terkadang mereka terlihat tersenyum, tertawa sendiri, mengernyitkan dahi, tegang, dan berbagai ekspresi wajah lainnya. Saking asyiknya, tak jarang mereka lupa diri. Lupa waktu, lupa mengerjakan tugas, lupa kalau sudah punya anak-istri, termasuk lupa kalau sedang menyalakan kompor gas.

Kesibukan Baru

Sejak adanya begitu banyak jenis media sosial, setiap orang mulai sibuk membuat postingan, swafoto, mengunggah foto dan video,melakukan like, memberikan komentar, dan berbagai aktivitas medsos lainnya. Semua orang melakukannya, seperti sedang berlomba-lomba. Setiap waktu, setiap saat, sebanyak-banyaknya. Tak peduli itu penting atau tidak, produktif atau tidak, bermanfaat atau tidak, dan berbagai pertimbangan lainnya.

Apa yang orang lain kerjakan, kita ikut-ikutan melakukannya. Apa yang lagi tren saat ini, kita pun mengikutinya. Tema atau wacana yang sedang hangat dibahas di medsos,kita pun ikut membahasnya,kita laksana pakar dalam bidang itu. Orang yang berkomentar di postingan kita, segera kita membalasnya. Bahkan jika ada yang mengajak berdebat pun, kita melayaninya hingga titik darah penghabisan. Selain itu, kita juga sibuk melakukan share, forward, link, capture, dan sejenisnya.

Sudah barang tentu kita tak perlu tahu segala aktivitas orang lain, pun dengan kita. Kita tak perlu memposting segala kegiatan sehari-hari kepada orang lain. apa yang kita makan, apa yang kita pakai, kita sedang di mana, kita sedang melakukan apa. Segala yang sepele, remeh-temeh, kecil, tidak penting, bahkan bersifat privat; sebaiknya tak perlu kita share. Jangankan penting buat orang lain, buat diri sendiri saja belum tentu penting.

Termasuk dalam hal berkomentar: asal bicara, ngawur, memprovokasi, menghina, merendahkan. Komentar yang tidak perlu, tidak relevan, tidak signifikan. Komentar yang bisa memicu konflik dan perpecahan. Pendapat yang tanpa dasar yang kuat, tanpa logika yang bisa diterima, atau tanpa argumentasi yang bisa dipertanggungjawabkan. Mendorong terjadinya debat kusir yang berkepanjangan dan melelahkan. Ingin selalu mencari "pembenaran" bagi diri sendiri dan kelompoknya.

Jika kita tidak mampu mengendalikan diri,memilih dan memilah, serta skala prioritas; maka semua yang kita lakukan itu hanyalah sia-sia belaka. Kita begitu banyak membuang energi dan waktu kita, menyia-nyiakan umur dan kesempatan, serta kontraproduktif tentunya. Kita lebih banyak mendapat mudharat daripada manfaat. Bahkan, terkadang kita mencelakai diri kita sendiri maupun orang lain,seperti terjerat pidana karena hoax, terlibat pornografi/pornoaksi,balita celaka karena kita sibuk bermedsos, kecelakaan di jalan raya, dan masih banyak lagi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline