Lihat ke Halaman Asli

Trimanto B. Ngaderi

Penulis Lepas

Pentingnya Kemampuan Multilingual

Diperbarui: 13 Mei 2018   20:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tinggal di Ibukota Negara memungkinkanku untuk berinteraksi dengan berbagai etnis dari seluruh Indonesia. Memiliki kemampuan berbahasa daerah dari etnis tertentu merupakan nilai tambah tersendiri. 

Selain mempermudah proses komunikasi, juga bisa memperkuat hubungan di antara kedua belah pihak, seperti adanya kedekatan, mengurasi mispersepsi, dan menghindari stereotip. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa masih banyak orang yang belum bisa berbahasa Indonesia secara baik dalam berkomunikasi dengan etnis lain, atau malah ada yang tidak bisa berbahasa nasional sama sekali.

Suku terbesar yang ada di Jakarta setelah Jawa adalah Sunda. Maka, aku berkeinginan untuk membeli kamus bahasa Sunda. Di toko buku ternama di Indonesia, ada beberapa pilihan kamus tersebut. Aku memilih sesuai dengan anggaran yang kumiliki. Sepertinya hanya beda sampul, kemasan, dan layout saja; secara umum isinya kurang lebih sama.

Dengan memiliki kamus tersebut, aku menjadi banyak terbantu dalam mempraktikkan bahasa Sunda. Aku jadi tahu banyak kosakata, tidak perlu tanya satu per satu kepada temanku yang orang Sunda. Bagaimana tata bahasa, penggunaan istilah, pengucapan, termasuk strata bahasa layaknya dalam bahasa Jawa.

Banyak manfaat ketika kita bisa berbahasa Sunda, walau terkadang penyusunan kalimatnya salah, pengucapannya keliru, atau dicampur dengan bahasa Indonesia. Misalnya, ada perasaan kedekatan, komunikasi lebih enak dan cair, dianggap menjadi bagian dari mereka, dan lain-lain.

Ketika Kembali ke Kampung

Ketika aku memutuskan untuk menetap di Jawa kembali, aku merasa penting untuk mendalami dan menguasai bahasa ibuku sendiri. Di kampung aku sering diminta untuk menjadi pembawa acara (MC), memberikan sambutan, atau menjadi pengisi acara-acara tertentu; dan tentunya menggunakan bahasa Jawa (halus, krama inggil). 

Dari sinilah timbul niatan untuk mempelajari bahasa Jawa lebih serius dengan cara membeli buku yang bernuansa Jawa, seperti contoh pidato bahasa Jawa, pranata adicara, ungkapan filsafat Jawa, termasuk kamus bahasa Jawa.

Kamus bahasa Jawa yang aku beli cukup tebal seharga hampir seratusan ribu. Dengan kondisi hidupku yang masih pas-pasan, eman juga sih uang segitu. Tapi karena kuanggap kebutuhan penting dan mendesak, aku pun membelinya.

Dalam beberapa hal, aku banyak terbantu dengan adanya kamus itu. Misalnya, menemukan arti atau makna kata tertentu yang aku belum tahu. Biasanya aku peroleh kata-kata itu dari naskah pidato, majalah berbahasa Jawa, atau koran lokal. Atau banyak juga para MC di kampungku yang menggunakan bahasa krama inggil (bahasa ala kraton), yang sebagian (besar) tidak kumengerti maksudnya, atau bahkan baru mendengarnya sekali.

Namun, di sisi lain, banyak sekali kata atau istilah dalam kamus itu yang aku belum pernah tahu atau mendengar sebelumnya, sebagian lagi jarang atau malah belum pernah dipergunakan orang sama sekali. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline