Lihat ke Halaman Asli

Trimanto B. Ngaderi

Penulis Lepas

Program FDS Menuju Perubahan Perilaku

Diperbarui: 27 Februari 2018   21:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Program FDS Menuju Perubahan Perilaku

Oleh: Trimanto B. Ngaderi*)

Family Development Session (FDS) atau Program Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2) merupakan program dari Kementerian Sosial RI bagi Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan (PKH). Program ini berisi materi tentang pendidikan dan kesehatan yang diberikan pada pertemuan kelompok yang diadakan setiap bulan.

Jadi, selain mendapat bantuan uang tunai bersyarat per triwulan, peserta PKH juga "disekolahkan" lagi. Mereka ibarat siswa yang setiap bulan mendapatkan pelajaran tertentu, layaknya kurikulum yang ada di sekolah. Tentunya, ini merupakan sebuah anugerah yang patut disyukuri, karena selain mendapat pemberdayaan ekonomi juga menerima pemberdayaan keluarga. Diharapkan nantinya, selain pendapatan keluarga bertambah; pengetahuan dan wawasannya pun juga bertambah.

Materi FDS dikemas sedemikian rupa, sehingga fasilitator atau Pendamping Sosial mudah untuk menyampaikannya. Dilengkapi pula dengan ilustrasi, cerita, permainan, dan film pendek sebagai pelengkap materi. Di sela-sela materi, fasilitator dapat memberikan intermezzo atau ice breaking untuk mencairkan suasana. Materi FDS biasanya diberikan selama dua jam per sesi.

Komunikasi yang Efektif

Beban materi FDS per sesi cukup banyak, dikhawatirkan tidak semua materi dapat ditangkap atau dimengerti oleh peserta. Maklumlah, mereka kebanyakan hanya berpendidikan rendah, bahkan beberapa di antaranya malah tidak lulus SD atau tidak sekolah sama sekali. Tentu ini menjadi PR bagi Pendamping Sosial untuk menyampaikan materi secara benar dan tepat, agar pesan yang ingin disampaikan kepada peserta dapat diterima dengan baik.

Dari segi bahasa, bagi peserta yang mayoritas tinggal di desa dan berprofesi sebagai petani,  lebih baik menggunakan bahasa Jawa (walau tidak pandai berbahasa Jawa krama inggil/halus, bahasa Jawa ngoko tidak masalah). Atau jika terpaksa, bisa menggunakan bahasa campuran, bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Sayang kan, kalau kita sudah capek-capek bicara, mereka tidak paham.

Salah satu strategi yang dapat dipakai terkait kendala bahasa adalah cobalah sampaikan materi tertentu dengan menggunakan contoh nyata yang dialami peserta dalam kehidupan sehari-hari, tidak perlu menjelaskan teorinya. Sepertinya cara ini lebih mudah untuk diterima. Jika ada istilah-istilah yang rumit atau asing, terutama unsur serapan bahasa asing, carilah padanannya dalam bahasa Indonesia atau bahasa Jawa.

Inti dari komunikasi yang efektif adalah pesan dapat sampai kepada khalayak dan dapat diterima dengan baik. Hal ini sangat erat hubungannya dengan cara kita menyampaikan dan bahasa yang kita gunakan. Selain itu, juga kemampuan untuk menciptakan suasana yang komunikatif. Dalam arti, terjadinya komunikasi dua arah yang dinamis, adanya feedback (umpan balik). Misalnya dengan sesi diskusi, bercerita, dan kemampuan membangkitkan partisipasi peserta secara proaktif.

Perubahan Perilaku

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline