Lihat ke Halaman Asli

syafrudin prakoda

Masih banyak belajar

Catatan Kecil Dari Lebanon-13: Menikmati ”Hawa Dingin”

Diperbarui: 24 Juni 2015   17:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memasuki bulan kedua penugasan, tepatnya di bulan Januari 2013, cuaca dingin di daerah penugasan Lebanon mulai terasa bagi kami, Satgas Garuda yang terbiasa hidup di daerah tropis. Seperti diketahui Lebanon memiliki iklim Mediterania yakni iklim yang berada pada kebanyakan wilayah cekunganMediterania sebagai bagian dari iklim subtropis. Ciri iklim ini adalah musim panas yang hangat hingga panas dan kering, dan musim dingin yang mild dan basah.

Dengan tipe iklim mediterania ini maka secara umum daerah penugasan Lebanon memiliki empat musim yang berbeda. Musim dingin terjadi pada Desember sampai pertengahan Maret di mana sebagian besar hujan dan turunnya salju di kawasan pegunungan. Musim panasterjadi pada Juni sampai September di mana suhu akan terasa panasmenyengat terutama di daerah sepanjang pantai Lebanon. Selanjutnya ada pula musim semi dan gugur.Meski memiliki musim dingin, tetapi suhu jarang turun di bawah titik beku, dengan tingkat kelembaban rata-rata 69,3 persen. Sedangkan pada musim panas terutama pada Agustus suhu rata-rata terpanas adalah 86o F (300C) sedangkan Juni, Juli, September dan Oktober rata-rata lebih dari 80oF (260C). Suhu paling rendah rata-rata terjadi pada bulan Januari dan Februari yakni antara 44-50oF(7-100 C). November, Desember, Maret dan April juga memiliki suhu rendah rata-rata 10oC.

Kondisi iklim yang cukup berbeda dengan Indonesia tersebut membuat aktifitas kami sehari-hari sedikit terhambat. Pada Januari 2013 saat ini misalnya, kami yang berada di kamp Soedirman, Naqoura, Lebanon Selatan, hampir setiap hari diguyur hujan yang seringkali diiringi angin kencang dan hujan es (suhu rata-rata berkisan antara 7-10 derajat celsius). Untuk beraktifitas ke kantor, setiap hari kami harus mengenakan pakaian rata-rata empat rangkap dimulai dari long john, kaos dalam, sweater, baju loreng (gurun atau TNI), bahkan sebagian ditambah dengan jaket gurun tebal untuk mengurangi hawa dingin yang benar-benar menyusup sampai tulang. Selanjutnya setibanya di kantor, umumnya kami langsung melaksanakan tugas kami masing-masing dengan menutup rapat-rapat pintu kantor agar terjangan angin besar tidak masuk (maklum, kantor kami kebetulan berada tidak begitu jauh dari pantai sehingga hembusan angin cukup kencang, apalagi kalau disertai hujan es yang berisik karena menimpa atap ruangan kantor yang terbuat dari seng).

Dalam kondisi cuaca ekstrem yang kurang bersahabat tersebut, yang paling berat adalah tim outrech kami yang tetap harus melaksanakan tugasnya mengunjungi lokal leader/ tokoh masyarakat sesuai dengan kalender kerja yang telah ditetapkan. Mereka harus ekstra hati-hati dalam berkendara terutama terhadap kondisi jalanan yang cukup berliku dan banyak tikungan tajam dengan kanan kiri jurang menganga.

Tidur Dengan Jaket dan Selimut Tebal

Untuk mengantisipasi kondisi cuaca yang ekstrem di Lebanon, pihak Unifil sebenarnya sudah melengkapi sarana dan prasarananya dengan fasilitas yang lumayan. Sebagai contoh setiap ruangan korimek dilengkapi dengan pemanas dan pendingin ruangan (bentuknya sama dengan AC). Alat ini dapat multi fungsi bisa mengeluarkan hawa dingin dan panas (dingin dengan tanda “biru” digunakan untuk musim panas dan sebaliknya bila disetel panas dengan kode “merah” digunakan untuk musim dingin).

Namun kondisi yang cukup “mengenakan” pasukan tersebut tidak aku temui. Alat penghangat dan pendingin yang ada di ruangan korimek kami ternyata rusak. Akibatnya, setiap malam kami harus ber”dingin ria”. Namun untuk mengurangi rasa dingin yang cukup “tajam” dikarenakan mesin penghangat ruangan yang mati tersebut, saat istirahat kerja (di malam hari sebelum tidur), kadang-kadang (kalau tidak ada pekerjaan kantor) secara beramai-ramai kami membuat kopi panas, masak indomie atau nyanyi ramai-ramai dengan iringan gitar dan ukulele. Lagu yang sering kami dendangkan adalah lagu-lagu pop kenangan Indonesia, dangdut, campur sari hingga lagu-lagu barat yang terkadang kami sendiri lupa syairnya. “Sing penting ramai lah dan bisa ngurangi hawa adem” demikian kata seorang rekanku yang asli Ajibarang, Bumiayu. (Khusus yang satu ini, meski banyak yang kami nyanyikan, lagu idola kami adalah "rindu"nya Koes Plus di mana hasil "genjrengan"nya, iseng2 sudah diupload rekanku ke youtube. Setelah aku lihat, ternyata benar, nongkrong di http://www.youtube.com/watch?v=UvcoaA9HkAo. Jangan dilihat ini video karena nanti akan menyesal)

Selanjutnya usai bercanda ria menikmati dinginnya malam di Koremek, kami pun langsung beranjak tidur untuk memulihkan tenaga, biar besok tenaga fit kembali. Agar bisa tidur dengan nyenyak, umumnya kami harus menyiapkan jaket dan selimut yang tebal ditambah dengan kaos kaki dan “kerpus” penutup kepala. Kalau tidak memakai ini maka jelas kami tidak bisa tidur karena hawa dingin yang benar-benar menusuk tulang.

Pagi hari, bertepatan dengan adzan Subuh yang dikumandangkan dari mushola yang ada di dalam Kamp Soedirman, kami pun segera bangun dan bergegas mandi. Tetapi muncul masalah baru, mesin pemanas air di korimek kamar mandi kami, ternyata tidak bekerja maksimal. Air panas atau air hangat yang tersedia sangat terbatas. Akibatnya di saat mandi pagi kami harus “dulu-duluan” agar kebagian “air panas” atau kalau terpaksa sudah kehabisan air panas atau air hangat, beramai-ramai kami numpang mandi di korimek tetangga.

***




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline